close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Dua calon ketua umum Partai Golkar adalah Airlangga Hartato dan Bambang Soesatyo. Munas Partai Golkar akan diselenggarakan pada 3-6 Desember./Antara Foto
icon caption
Dua calon ketua umum Partai Golkar adalah Airlangga Hartato dan Bambang Soesatyo. Munas Partai Golkar akan diselenggarakan pada 3-6 Desember./Antara Foto
Politik
Jumat, 29 November 2019 21:24

Airlangga dituding tidak transparan kelola dana parpol

Kubu Bambang Soesatyo, lawan Airlangga yang maju menjadi ketum Golkar mempertanyakan dana Rp18 miliar yang didapat Golkar.
swipe

Jelang musyawarah nasional (Munas) Partai Golkar yang menghitung hari, kubu calon ketua umum (ketum) Bambang Soesatyo mulai menyerang lawannya, Airlangga Hartato soal dana transparansi partai. 

Pengurus Pleno Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar Difla Olla menuding Ketua Umum Golkar Airlangga tidak transparan dalam mempertanggungjawabkan dana partai politik.

Olla bertanya soal dana sebesar Rp18 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tapi tidak pernah terjawab, ketika ditanya terkait pengunaan dana Parpol miliaran tersebut.

"Airlangga Hartarto selaku pimpinan rapat pleno tersebut tidak mampu menjawab satu pun pertanyaan dan interupsi dari hampir semua penanya, termasuk pertanyaan mengenai penggunaan keuangan Partai, baik yang berasal dari APBN maupun sumber lainnya," kata Olla pada Jumat (29/11).

Atas dasar itu menurut Olla, ada indikasi kuat Airlangga mengelak saat mempertanggungjawabkan dana Parpol dari APBN. Bahkan saat mempertanyakan dana saksi Pemilu 2019, ia bahkan kerap dipotong.

Olla menjelaskan, saat Pemilu 2019, ia ditugaskan untuk mengkoordinir di wilayah Sumatera. Namun saat itu, DPP bahkan tidak mengeluarkan sepeser pun untuk saksi.

"Kebayang tidak, saksi untuk Golkar kami rekrut tapi tiba-tiba tidak ada dana saksi. Waduh, semua ketua DPD nangis-nangis darah. Ada yang jual rumah dan mobil untuk bisa memenuhi dana saksi," jelasnya.

Olla mengatakan, sudah menanyakan hal itu ke DPP menjelang Pemilu. Sebab, kata dia, sejak awal mereka sudah dijanjikan DPP untuk mendapat dana saksi. Dia pun mempertanyakan penggunaan dana Rp18 miliar dari APBN untuk Partai Golkar.

"Pertanyaannya saya itu uang APBN sebesar Rp18 miliar itu kemana perginya? Kenapa saat ditanya dana saksi, saya dipotong yang lain boleh (bertanya). Jawabnya di Munas aja, seolah-olah dengan Airlangga kita tidak boleh omong soal duit ini," katanya.

Terpisah, politisi senior Golkar Agun Gunandjar Sudarsa mengakui, belum mendapat laporan pertanggungjawaban (LPJ) penggunaan dana parpol Rp18 miliar dari APBN.

Meski tidak masuk dalam struktur kepengurusan DPP, Agun mengatakan setiap anggota berhak mendapat dan mengetahui LPJ. Pada momen Munas, Agun bilang merupakan kesempatan untuk mengevaluasi kepemimpinan Airlangga, baik dari segi keuangan maupun kebijakannya.

"Hari ini saya tidak tahu laporan pertanggungjawaban DPP kayak apa. Kewajiban saya sebagai anggota harus tahu dong. Boro-boro laporan keuangan, bentuk laporan pertanggunganjawaban, isinya kayak apa kita belum pernah baca. Soalnya ada APBN," tukas Agun. 


 

Jelang musyawarah nasional (Munas) Partai Golkar yang menghitung hari, kubu calon ketua umum (ketum) Bambang Soesatyo mulai menyerang lawannya, Airlangga Hartato soal dana transparansi partai. 

Pengurus Pleno Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar Difla Olla menuding Ketua Umum Golkar Airlangga tidak transparan dalam mempertanggungjawabkan dana partai politik.

Olla bertanya soal dana sebesar Rp18 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tapi tidak pernah terjawab, ketika ditanya terkait pengunaan dana Parpol miliaran tersebut.

"Airlangga Hartarto selaku pimpinan rapat pleno tersebut tidak mampu menjawab satu pun pertanyaan dan interupsi dari hampir semua penanya, termasuk pertanyaan mengenai penggunaan keuangan Partai, baik yang berasal dari APBN maupun sumber lainnya," kata Olla pada Jumat (29/11).

Atas dasar itu menurut Olla, ada indikasi kuat Airlangga mengelak saat mempertanggungjawabkan dana Parpol dari APBN. Bahkan saat mempertanyakan dana saksi Pemilu 2019, ia bahkan kerap dipotong.

Olla menjelaskan, saat Pemilu 2019, ia ditugaskan untuk mengkoordinir di wilayah Sumatera. Namun saat itu, DPP bahkan tidak mengeluarkan sepeser pun untuk saksi.

"Kebayang tidak, saksi untuk Golkar kami rekrut tapi tiba-tiba tidak ada dana saksi. Waduh, semua ketua DPD nangis-nangis darah. Ada yang jual rumah dan mobil untuk bisa memenuhi dana saksi," jelasnya.

Olla mengatakan, sudah menanyakan hal itu ke DPP menjelang Pemilu. Sebab, kata dia, sejak awal mereka sudah dijanjikan DPP untuk mendapat dana saksi. Dia pun mempertanyakan penggunaan dana Rp18 miliar dari APBN untuk Partai Golkar.

"Pertanyaannya saya itu uang APBN sebesar Rp18 miliar itu kemana perginya? Kenapa saat ditanya dana saksi, saya dipotong yang lain boleh (bertanya). Jawabnya di Munas aja, seolah-olah dengan Airlangga kita tidak boleh omong soal duit ini," katanya.

Terpisah, politisi senior Golkar Agun Gunandjar Sudarsa mengakui, belum mendapat laporan pertanggungjawaban (LPJ) penggunaan dana parpol Rp18 miliar dari APBN.

Meski tidak masuk dalam struktur kepengurusan DPP, Agun mengatakan setiap anggota berhak mendapat dan mengetahui LPJ. Pada momen Munas, Agun bilang merupakan kesempatan untuk mengevaluasi kepemimpinan Airlangga, baik dari segi keuangan maupun kebijakannya.

"Hari ini saya tidak tahu laporan pertanggungjawaban DPP kayak apa. Kewajiban saya sebagai anggota harus tahu dong. Boro-boro laporan keuangan, bentuk laporan pertanggunganjawaban, isinya kayak apa kita belum pernah baca. Soalnya ada APBN," tukas Agun. 


 

Di sisi lain, Politisi senior Partai Golkar Agun Gunandjar Sudarsa membenarkan adanya intervensi pemerintah dalam pemilihan ketua umum Golkar. Agun menyebut hal tersebut bukan sesuatu yang baru.

"Merespons soal itu saya tidak tahu-menahu. Tapi saya berangkat dari pengalaman selama ini, Golkar selalu saja dintervensi oleh kekuasaan negara, oleh eksekutif," ucap Agun usai menggelar diskusi di kantor PARA Syndicate, Jakarta Selatan, Jumat (29/11).

Walau demikian, Agun yang juga telah menyatakan maju dalam pencalonan ketua umum Golkar ini meyakini intervensi itu tak melibatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Tapi jangan salah intervensi yang dimaksud itu, bukan dari Presiden. Karena saya yakin Jokowi nggak akan melakukan itu. Nggak mungkin (Jokowi) kepilih jadi Presiden jika dengan cara-cara seperti itu," ujarnya.

Agun pun berharap agar menteri Jokowi tidak terlalu jauh mencampuri urusan Partai Golkar.

"Kalau memang betul-betul cinta demokrasi, betul-betul ingin selamat negeri ini, bangun parpol yang kuat. Caranya dengan memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada pemegang hak kedaulatan rakyat," pungkasnya.

Sebelumnya, fungsionaris DPP Partai Golkar Syamsul Rizal menyebut, ada tiga menteri Presiden Jokowi yang menekan DPD I dan DPD II agar memilih Airlangga di Munas. Hal tersebut berdasarkan pengakuan para DPD yang menghubunginya. 

Intervensi tiga menteri tersebut dikatakan Syamsul, tidak diketahui Presiden Jokowi. Apalagi sejak awal Jokowi tidak ikut campur dalam urusan internal partai warisan Orde Baru itu.

Sementara, Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman menegaskan, pihaknya tak ikut campur dalam rumah tangga Golkar. Fadjroel dengan tegas membantah adanya tiga menteri Jokowi yang mengarahkan DPD I dan II Golkar untuk mendukung Airlangga.

"Tidak ada campur tangan dari Istana," kata Fadjroel Rachman di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (29/11).

Fadjroel menegaskan, Presiden selalu bersikap netral terhadap urusan parpol. Jokowi, kata dia, pun selalu menegaskan kenetralannya itu dalam setiap kesempatan.

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Mona Tobing
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan