Meski dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tegas melarang mantan narapidana korupsi, mantan kejahatan seksual terhadap anak, dan bandar narkoba untuk diajukan menjadi calon anggota legislatif (caleg), Partai Golkar tetap ngotot.
Partai berlambang beringin ini berdalih, putusan akhir untuk meluluskan atau menjegal jalan caleg, tetap berada di tangan KPU.
"Kami memang memasukkan dua kader Partai Golkar yang secara kebetulan pernah terjerat masalah dan itu kita serahkan sepenuhnya kepada KPU," jelas Koordinator Bidang Pemenangan Pemilu Partai Golkar Nusron Wahid. Sayang, Nusron enggan menjelaskan siapa kandidat yang dimaksud.
Jika akhirnya KPU menolak calon tersebut karena tak memenuhi syarat, maka Golkar akan banding atau mengajukan sengketa ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Kalau banding tidak dikasihkan, baru nantinya kita akan ganti (caleg) lain," jelasnya.
Pendapat berbeda disampaikan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Letjen (Purn) Lodewijk Freidrich Paulus menyatakan, partainya telah berkomitmen tidak akan mencalonkan mantan narapidana korupsi sebagai caleg.
"Sebenarnya kami sudah memiliki tagline 'Golkar bersih, bangkit, maju, menang', dan itu kita patuhi. Dari data yang kami sampaikan, mantan koruptor tidak ada yang kami calonkan sebagai anggota legislatif," jelasnya.
Komitmen tersebut dibuat demi menghindari citra buruk di hadapan publik. Apalagi ia telah meneken fakta integritas sebagai pengurus, yang berisi komitmen menghindari tindak korupsi. Terlebih lagi, ketua Fraksi Partai Golkar juga mengeluarkan edaran yang melarang anggotanya korupsi. Jika edaran itu dilanggar, maka anggota akan segera dinonaktifkan.
Golkar baru-baru ini memang diguncang kasus korupsi Eni M Saragih, yang dibekuk KPK atas dugaan suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1. Kendati Lodewijk membantah Eni merupakan caleg Golkar, namun faktanya ia sempat terdaftar dalam dapil.