Partai Solidaritas (PSI) menyatakan banyak perempuan menjadi korban peraturan daerah (perda) diskriminatif. Ketua Umum PSI Grace Natalie mengatakan, perda diskriminatif dibuat oleh politisi yang tidak mau berpikir , untuk membuat program yang baik guna mensejahterakan masyarakat.
Sehingga menurutnya, para politisi tersebut membuat aturan dengan menggunakan nama agama. Hal itulah yang tidak didukung oleh PSI.
"Oleh karena itu kami tidak ingin mendukung pelacuran agama, dilacurkan untuk kepentingan politik," kata Grace setelah melakukan pertemuan dengan Komisioner Komnas Perempuan di Gedung Komnas Perempuan, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (19/11).
Grace menyebut, mayoritas perda diskriminatif yang ada saat ini mengatasnamakan agama. Maka itu dia berharap, ke depan segala peraturan dibuat secara univesal, dengan memikirkan seluruh lapisan masyarakat dan golongan.
Grace mencontohkan salah satu perda yang dinilainya diskriminatif. Misalnya perda yang mengatur jam malam, yang berlaku di salah satu provinsi di Indonesia.
"(Disana) Banyak ibu-ibu yang berjualan sirih di sekitar rumah ibadah. Mereka berjualan sampai malam. Usai berjualan masih harus ke pasar membeli bahan baku, diolah untuk jualan lagi sampai dengan malam berikutnya," ujar Grace menceritakan.
"Mereka ini adalah pencari nafkah, ada banyak perempuan-perempuan yang menjadi kepala rumah tangga," katanya menyambung.
Perempuan kepala rumah tangga inilah, yang menurut Grace menjadi korban dari perda-perda diskriminatif. Grace pun menolak bahwa dirinya dan PSI telah melakukan penodaan agama.
Sebelumnya, dalam acara festival 11 PSI, Grace membeberkan tiga misi partainya. Pertama PSI ingin melindungi para pemimpin reformis dari politisi hitam.
Kedua, PSI ingin memberantas pemborosan atau kebocoran anggaran.
Ketiga, PSI ingin mencegah ketidakadilan, diskriminasi, dan intoleransi kepada siapapun. Untuk itu, PSI tidak akan mendukung perda yang mengatasnamakan agama, baik itu perda Injil ataupun perda syariah.
Pada pernyataannya yang ketiga itulah, Ketua Umum PSI Grace Natalie dilaporkan ke Bareskrim Polri atas dugaan tindak penistaan agama.
Grace dilaporkan Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Menurut Sekretaris Jenderal PPMI Zulkhair, penolakan Grace merupakan bentuk penistaan agama, karena mengandung unsur ungkapan rasa permusuhan dan ujaran kebencian kepada agama.