close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Bupati nonaktif Ngada Marianus Sae  menjalani pemeriksaan di gedung KPK. KPK melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap Marinus Sae dalam kasus dugaan suap terkait proyek-proyek di Pemkab Ngada./Antara Foto
icon caption
Bupati nonaktif Ngada Marianus Sae menjalani pemeriksaan di gedung KPK. KPK melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap Marinus Sae dalam kasus dugaan suap terkait proyek-proyek di Pemkab Ngada./Antara Foto
Politik
Kamis, 05 April 2018 11:13

Hak pilih dan memilih narapidana tidak boleh dicabut

Apabila hak memilih dan dipilih napi dicabut, maka melanggar teori universal suffrage dalam pemilihan umum (pemilu) dan demokrasi.
swipe

Polemik pelarangan narapidana menjadi calon legislator mendapat kritik dari akademisi. Salah satunya berasal dari Ketua Program Magister Ilmu Politik FISIP Universitas Diponegoro Semarang Teguh Yuwono yang menyebut tidak tepat adanya larangan napi menjadi calon legistatif (caleg). 

Teguh menjelaskan, baiknya larangan narapidana menjadi calon legislator tidak boleh menggeneralisasi atau menganggap semuanya sebagai napi. Ia justru mempertanyakan apa makna lembaga pemasyarakatan kalau napi karena kasus ringan, kemudian pernah menjalani hukuman, lantas kehilangan hak dan kewajiban politiknya, yakni dipilih dan memilih.

Alumnus Flinders University Australia mengingatkan bahwa napi adalah warga negara yang punya hak universal suffrage atau hak pilih universal. Kecuali hak tersebut dicabut oleh pengadilan.

"Yang dilarang harusnya napi koruptor dan napi kriminal berat dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun," tukas Teguh pada Kamis (5/4) seperti dikutip Antara.

Makanya, kata Teguh tidak bisa hak memilih dan dipilih napi dicabut semua. Itu melanggar teori universal suffrage dalam pemilihan umum (pemilu) dan demokrasi. Dalam teori politik, lanjut dia, tidak dikenal demokrasi kriminal. Pasalnya, demokrasi itu positif, tidak bisa digabungkan dengan istilah negatif.

"Itu istilah yang kontradiktif namanya," kata Teguh.

Ia menganalogikan seseorang yang baru berumur 20 tahun menabrak orang di tol, kemudian yang bersangkutan dipenjara. Karena dia jadi napi, apakah memang harus dicabut hak memilih dan dipilihnya. 

Ditegaskan pula bahwa tidak bisa hak memilih dan dipilih napi dicabut semua karena hal itu melanggar teori universal suffrage dalam pemilu dan demokrasi.

Jadi, menurut Teguh harus dipilah-pilah napinya. Makanya, hakim tidak pernah menvonis semua napi dengan cabut hak memilih dan dipilih. Namun, yang dicabut napi tertentu saja. 

img
Mona Tobing
Reporter
img
Mona Tobing
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan