Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengaku terkejut dengan besaran dana reses dan dana aspirasi anggota DPR RI. Ia merespons pengakuan anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Krisdayanti (KD), bahwa dana reses Rp450 juta diterimanya sebanyak lima kali dalam setahun.
Ironisnya, selama dua tahun bekerja, DPR RI periode 2019-2024 hanya mampu mengesahkan empat rancangan undang-undang (RUU) prioritas. “Terkejut juga karena angka segitu besar tidak pernah kemudian terwujud melalui hasil kerja yang maksimal,” ucapnya dalam diskusi virtual, Sabtu (18/9).
Di sisi lain, laporan kegiatan anggota DPR RI menjadi alasan pencarian dana reses berikutnya. Jadi, pertanggungjawaban keuangan dana reses itu menjadi tidak penting. “Yang penting ada laporan kegiatannya dan usulan program berikutnya itu dengan sendirinya dana reses itu akan cair,” tutur Lucius.
Ia menilai, sangat sulit sekali mempertanggungjawabkan dana reses dan dana aspirasi yang diberikan kepada anggota DPR RI. Sebab, dana reses dan dana aspirasi ditransfer melalui rekening pribadi. “Nah, ini seharusnya sudah membuka ruang bagi penyalahgunaan anggaran reses atau serap aspirasi itu,” ujar Lucius.
Menurutnya, di masa pandemi Covid-19, banyak anggota DPR RI tidak turun ke daerah pemilihan (dapil) pada masa reses. Ia pun menyayangkan, tidak pernah ada wacana terkait pemotongan anggaran dana reses dan dana aspirasi anggota DPR RI.
“Lalu, itu kepentingan apa?, pasti bukan untuk kepentingan penyerapan aspirasi lagi, kalau dia tidak turun ke dapil,” ucapnya.
Sebelumnya, mantan Anggota DPR RI periode 2009-2014 Erik Satrya Wardhana mengatakan, efektivitas dana reses dan dana penyerapan aspirasi, kata dia, sangat tergantung masing-masing anggota DPR.
“Di masa saya ya, di dapil saya di Kota Bogor, Jabar III, dari 9 anggota DPR, yang rutin paling banyak 3 orang. Rutin setiap reses hadir di dapilnya. Jadi, kalau 3 dari 9 itu kan sekitar 30%, maksimum, saya kira, saya lihat di dapil lain kurang lebih sama,” ucapnya.
Ia khawatir kenaikan dana reses dan dana aspirasi dimanfaatkan untuk membiayai kampanye. “Bahkan, ada anggota DPR tidak pernah datang ke dapil, datang ke dapil di ujung menjelang pemilu. Itu datang lagi, itu uang reses itu dikumpulkan, di ujung bakal dibagi gitu, ternyata begitu tuh yang efektif dalam arti memperoleh suara,” ujar Erik.
Sebelumnya, Krisdayanti mengaku menerima dana reses Rp450 juta sebanyak lima kali dalam setahun. Ia mengungkapkan hal ini di channel YouTube Akbar Faizal, 13 September 2021.
Cuplikan video tentang besaran gaji hingga dana reses anggota DPR tersebut kemudian ramai jadi gunjingan publik. Ia menegaskan, dana reses untuk kegiatan reses dalam rangka menyerap aspirasi rakyat di daerah pemilihan masing-masing. Dana itu, jelas Krisdayanti, bukan bagian dari pendapatan pribadi anggota DPR dan digunakan untuk program konstituen.
“Anggaran tersebut wajib dipergunakan oleh Anggota DPR dalam menjalankan tugas-tugasnya untuk menyerap aspirasi rakyat. Aspirasi ini yang kemudian disalurkan Anggota DPR dalam bentuk kerja-kerja legislasi, pengawasan dan anggaran, sebagaimana fungsi DPR RI yang diamanatkan konstitusi," kata Krisdayanti dalam keterangannya, Rabu (15/9).
Dana tersebut, lanjutnya, juga untuk membiayai berbagai hal teknis kegiatan menyerap aspirasi masyarakat, khususnya di daerah pemilihan. Bahkan, kata, banyak juga kegiatan yang muncul dari usulan masyarakat.