Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan agar para penjabat kepala daerah, aparat penegak hukum, dan ASN bersikap netral selama penyelenggaraan pemilu. Jokowi mengancam akan bakal memecat ASN dan penjabat kepala daerah yang tidak netral selama pemilu berlangsung.
Di tengah panasnya suhu politik, Jokowi juga mengundang para bacapres untuk makan bersama di Istana Negara. Ia berpesan tak bakal ikut campur dalam kontestasi Pilpres 2024.
"Saya mengajak untuk menjaga bersama-sama agar pemilu berjalan dengan damai, tidak ada saling memfitnah, tidak ada kampanye negatif, tidak ada saling menjelekkan, tidak ada saling merendahkan, tetapi adu program," ujar Jokowi.
Pengamat politik Firman Noor mengatakan hanya orang naif yang percaya Jokowi bisa menjaga netralitas. Sebagai seorang ayah, Jokowi pasti bakal membantu putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, untuk memenangi Pilpres 2024.
"Dia jelas pasti turun tanganlah. Tidak mungkin tidak. Tanpa bertentangan, ya. Kan, misalnya, tetap dimintai pendapatnya atau mungkin langkah-langkahnya. Begitu kan? Itu sudah pasti akan seperti itu ya," kata Firman kepada Alinea.id di Jakarta, belum lama ini.
Gibran saat ini telah didapuk menjadi pendamping Prabowo Subianto. Ia mendadak memenuhi syarat sebagai cawapres setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 yang isinya merevisi aturan mengenai syarat usia bagi capres dan cawapres dalam UU Pemilu.
Tak lagi harus berusia 40 tahun, MK membolehkan kepala daerah yang dipilih lewat pemilu untuk mencalonkan diri. Saat putusan itu diketok oleh Ketua MK Anwar Usman, Gibran genap berusia 36 tahun. Anwar saat ini berstatus sebagai besan Jokowi atau paman Gibran.
Firman mengatakan sulit untuk menafikan kemungkinan keterlibatan Jokowi dalam putusan MK itu. Apalagi, Jokowi pernah menyatakan ikut cawe-cawe di Pilpres 2024 untuk memastikan program-program pembangunan yang ia rintis terus dilanjutkan oleh suksesornya kelak.
"Dan, banyak orang yang menyakini (pencalonan Gibran) hari ini adalah salah satu bagian strategi atau upaya untuk, ya, itu tadi melanjutkan kekuasaannya," ujar Firman.
Meskipun di depan publik menyatakan bakal netral, menurut Firman, omongan Jokowi tidak bisa sepenuhnya dipegang. Apalagi, Jokowi dikenal sebagai man of contradiction. Pernyataan-pernyataannya kerap tidak sejalan dengan kenyataan.
"Dia mengumpulkan kepala daerah mungkin bisa saja dalam konteks netralitas itu tadi. Tapi, ya, itu tadi... Tidak salah juga kalau kemudian orang mencurigainya bakal tetap ada satu upaya untuk menyukseskan salah satu pasangan," jelasnya.
Firman mengatakan saat ini sudah ada sejumlah upaya untuk "mengunci" tangan Jokowi di balik layar. Di MK, misalnya, saat ini sidang dugaan pelanggaran etik tengah berlangsung. Berbarengan dengan itu, PDI-P juga rutin mengingatkan Jokowi untuk memperhatikan etika dalam berpolitik.
"Akar rumput, ya, mungkin sepintas mereka tidak peduli. Tetapi, kalau ini terus digelorakan, terus disuarakan, bukan tidak mungkin ada beberapa kalangan yang akhirnya paham situasi dan sukarela membantu memperjuangkan kehidupan yang lebih berpolitik yang lebih dewasa, lebih matang, lebih demokratis, lebih konstitusional begitu," kata dia.
Politisasi TNI
Dalam sebuah siaran pers, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mewanti-wanti politisasi TNI dalam Pemilu 2024. Koalisi menyebut dipilihnya Agus Subiyanto sebagai calon tunggal Panglima TNI berbau nepotisme.
"Agus Subiyanto pernah menjadi sebagai Dandim Surakarta ketika Jokowi menjabat Wali Kota di kota yang sama. Praktik pergantian Panglima yang seperti ini jelas mereduksi kebutuhan regenerasi serta rotasi matra TNI yang diwarnai tujuan dan motif tertentu yang mengarah pada politik praktis, yaitu kepentingan partisan kelompok yang bersifat jangka pendek," tulis koalisi dalam rilis pers itu.
Koalisi terdiri dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat, yakni Imparsial, KontraS, YLBHI, Amnesty Internasional Indonesia, Public Virtue, PBHI, WALHI, ELSAM, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, LBH Pers, ICJR, LBH Pos Malang, Centra Initiative, Setara Institute, dan Indonesian Corruption Watch.
Agus saat ini menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat TNI. Sebelumnya, ia juga pernah menjadi Komandan Pasukan Pengamanan Presiden. Menurut Koalisi, kedekatan personal antara Jokowi dan Agus patut dipersoalkan. Bukan tidak mungkin Jokowi menyeret TNI ke pusaran politik praktis demi memenangkan pasangan Prabowo-Gibran.
"Kendati Presiden Jokowi sudah tidak akan mencalonkan diri sebagai presiden, dalam kontestasi mendatang, terdapat anak kandung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka yang akan berkontestasi dalam pemilu. Oleh karena itu, masyarakat luas patut ikut mengkhawatirkan adanya potensi politisasi institusi TNI," jelas Koalisi.