Nama mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok bertengger pada posisi kedua kandidat dengan elektabilitas tertinggi di Pilbug DKI Jakarta versi survei Litbang Kompas yang dirilis beberapa hari lalu. Berada di bawah Anies Baswedan yang meraup 29,8%, tingkat keterpilihan Ahok mencapai 20%.
Jajak pendapat tersebut yang dilakoni pada periode 15-20 Juni 2024. Sebanyak 400 responden yang tersebar di berbagai wilayah di DKI Jakarta dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat. Survei memiliki tingkat kepercayaan sebesar 95% dan batas galat sekitar 4,9%.
Nama-nama kandidat lain yang muncul pada sigi Kompas antara lain eks Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK) yang mengoleksi 8,5%, Menteri BUMN Erick Thohir yang meraup 2,3%, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan elektabilitas sebesar 1,3%. Putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) Kaesang Pangarep hanya memperoleh 1%.
Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis (TPS) Agung Baskoro menilai Ahok masih berpeluang diusung maju di Pilgub DKI Jakarta. Namun, Ahok harus "bersolek" sebelum terjun ke gelanggang pilkada ibu kota. PDI-Perjuangan juga harus berhitung cermat.
"Risikonya, ketika Ahok dimajukan, dia harus mencari orang yang bisa melengkapi kekurangan dia, semisal wakil dari kalangan muslim, selain juga bisa merangkul teman-teman pemilih. Ahok sendiri harus lebih berhati-hati dalam bersikap dan bertutur. Kalau tidak, konflik yang terjadi pada 2017 bisa terulang pada 2024," ucap Agung kepada Alinea.id, Rabu (17/8).
Ahok adalah seteru Anies di Pilgub DKI 2017. Pada awal masa kampanye, elektabilitas Ahok yang berpasangan dengan Djarot Saiful Hidayat sempat dominan. Ahok berstatus sebagai penerus Jokowi yang naik kelas jadi presiden.
Namun, tingkat keterpilihannya terus melorot setelah tersangkut kasus dugaan penistaan agama. Ketika itu, pilgub diwarnai gelombang aksi demonstrasi yang dimotori Front Pembela Islam (FPI) dan Gerakan 212. Di pengujung kompetisi elektoral, Ahok pun ditekuk Anies.
Sementara Anies melenggang jadi penguasa provinsi, Ahok duduk di kursi pesakitan. Tak lama setelah pilgub usai, ia divonis bersalah dalam kasus dugaan penistaan agama. Ahok baru bebas pada Januari 2019.
Agung berpendapat situasinya kian pelik bagi Ahok lantaran PDIP tak lagi jadi penguasa DPRD DKI. Dominasi partai banteng itu digeser Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Berbasis hasil Pileg 2024, PKS meraup 18 kursi di DPRD DKI, sedangkan PDI-P mengoleksi 15 kursi. PDIP butuh tambahan 7 kursi untuk bisa mengusung calon.
"PDIP enggak punya golden ticket untuk mencalonkan Ahok. Karena partai-partai sudah berkutub dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) dan Koalisi Perubahan. Itu yang membuat nilai tawar PDIP menjadi minimalis," ujar Agung.
Anies saat ini sudah dideklarasikan sebagai kandidat Gubernur DKI oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan PKS. Di Pilpres 2024, bersama NasDem, kedua parpol itu adalah anggota Koalisi Perubahan yang mengusung Anies dan Muhaimin Iskandar.
KIM--beranggotakan Gerindra, Golkar, Demokrat, PAN, PSI dan sejumlah parpol non parlemen lainnya--masih belum punya calon untuk Pilgub DKI. Gerindra sempat meminta RK untuk diterjunkan di DKI, namun Golkar sepertinya lebih memilih menurunkan RK di Pilgub Jabar yang peluang menangnya lebih besar.
Di lain sisi, menurut Agung, Ahok juga bakal sulit diturunkan jadi cawagub untuk mendampingi Anies. Residu konflik antara keduanya masih membekas.
"Pilihan realistis bagi PDI-P itu cawagub. Tetapi, Ahok bisa saja maju sebagai cagub apabila berhasil mengajak salah satu partai dari dua poros lain karena bukan mustahil terjadi konflik internal di masing-masing poros koalisi," jelas Agung.
Analis politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Zaki Mubarak menilai tak mudah bagi Ahok untuk kembali diusung maju di Pilgub DKI meskipun punya elektabilitas tinggi. Ahok punya beban politik dan psikologis yang bikin parpol-parpol berhati-hati dalam mencalonkannya.
"Salah satu risikonya dapat memantik polarisasi dan pertikaian menyangkut isu SARA (suku, agama, dan ras). Kasus al- Maidah sangat mungkin akan ramai lagi. Tidak heran hingga saat ini belum ada satu pun parpol di luar PDIP yang menunjukkan antusiasme mencalonkan Ahok," ucap Zaki kepada Alinea.id, Rabu (17/7).
Ahok, menurut Zaki, bisa saja mendapatkan tiket maju jika PDI-P sukses membujuk salah satu parpol anggota KIM untuk membelot. Koalisi PDI- dengan NasDem juga sangat terbuka lantaran partai besutan Surya Paloh itu belum punya kandidat kuat untuk dicalonkan.
"Tetapi, berat peluang Ahok untuk bisa maju. Jadi, skenario pertandingan ulang Anies vs Ahok tampaknya sulit terwujud. Sejauh amatan saya, sikap Ahok juga realistis sehingga tidak memaksakan diri maju di Pilgub DKI Jakarta nanti," ucap Zaki.
Zaki melihat PDIP lebih condong bergabung dalam koalisi "asal bukan orang Jokowi" di hajatan Pilkada Serentak 2024, termasuk di Pilgub DKI. Itulah kenapa PDIP berminat mendukung Anies yang punya riwayat konflik dengan Ahok.
Jika Anies maju sebagai cagub, Zaki memprediksi PDIP bakal memasangkan Anies dengan mantan Panglima TNI Andhika Perkasa. "Persoalannya adalah apakah ada titik temu antara PDIP dan PKS? Itu tantangan yang tidak mudah diatasi mengingat garis ideologi kedua parpol itu berbeda jauh," ucap Zaki.