Indonesia Corruption Watch (ICW) berpendapat, sistem pemilihan umum (pemilu) proporsional tertutup tidak menghapus tren politik uang, tetapi memindahkan dari calon kepada masyarakat menjadi calon kepada partai politik (parpol). Sebab, kandidat terpilih bergantung pada nomor urut calon anggota legislatif (caleg) yang sepenuhnya ditentukan parpol.
Selain itu, proporsional tertutup akan membuka ruang terjadinya nepotisme di internal parpol. Pangkalnya, calon-calon yang memiliki relasi dengan struktural partai akan lebih mudah mendapatkan nomor urut tertentu.
"Sistem proporsional tertutup berpotensi menghilangkan relasi dan tanggung jawab anggota legislatif kepada rakyat. Bagaimana tidak, penentuan akhir keterpilihan calon berada di bawah kekuasaan partai dan oleh karenanya, anggota legislatif terpilih hanya akan bertanggung jawab kepada partai politik," tutur peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, Selasa (24/1).
Kurnia menambahkan, proses penjaringan caleg bakal tertutup jika menggunakan sistem proporsional tertutup. Karenanya, tak heran jika parpol secara serampangan mengusung 72 caleg eks koruptor pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019.
"Dengan logika yang sama, tentu sulit menaruh kepercayaan kepada partai politik menentukan sendiri calon terpilih melalui skema proporsional tertutup," tegasnya.
Selain memperkuat nepotisme parpol, Kurnia menilai, sistem proporsional tertutup akan menjauhkan partisipasi masyarakat dalam menentukan caleg. Pangkalnya, sistem tersebut membuka ruang gelap maraknya politik uang.
"Bagaimana tidak, penentuan calon anggota legislatif yang akan terpilih bukan berada pada masyarakat, melainkan di internal partai politik," katanya.
Di sisi lain, Kurnia mensinyalir Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari, melanggar kode etik, khususnya Pasal 8 huruf C Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017. Alasannya, menjadi pihak pertama yang membicarakan sistem proporsional tertutup seiring adanya gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Aturan itu menyebutkan, bahwa dalam melaksanakan prinsip mandiri, penyelenggara pemilu dilarang mengeluarkan pendapat atau pernyataan yang bersifat partisan atas masalah atau isu yang sedang terjadi dalam proses pemilu. Atas dasar itu, penjatuhan sanksi merupakan pilihan yang tepat dan rasional diberikan kepada pemimpin KPU RI ini," tuturnya.