close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ijtima Ulama merekomendasikan Anies-Muhaimin sebagai paslon yang diusung pada 2024, adakah risiko politiknya? Twitter/@DPP_PKB
icon caption
Ijtima Ulama merekomendasikan Anies-Muhaimin sebagai paslon yang diusung pada 2024, adakah risiko politiknya? Twitter/@DPP_PKB
Politik
Senin, 20 November 2023 17:29

Ijtima Ulama dan risiko politik Anies-Muhaimin

Ijtima Ulama kali pertama dilaksanakan dalam menyambut Pilpres 2019. Kala itu, dukungan diberikan kepada Prabowo Subianto.
swipe

Ijtima Ulama merekomendasikan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) atau Amin sebagai pasangan calon (paslon) presiden-wakil presiden yang didukung pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Salah satu alasannya, visi misi yang diusung memiliki kedekatan secara psikologis dengan keulamaan.

Kendati begitu, dukungan tidak diberikan secara cuma-cuma. Ada 13 syarat dalam Pakta Integritas Ijtima Ulama yang harus dipenuhi jagoan Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) ini.

Gayung bersambut, kata berjawab. Anies menyatakan kesanggupannya menjalankan Pakta Integritas Ijtima Ulama, yang dirumuskan dalam rapat di Kompleks Az-Zikra, Bogor, pada 18 November 2023, dengan dalih dirumuskan dari rasa yang sama: mencari keadilan dan perubahan.

"Kami mengapresiasi dan memandang ini sebagai sebuah amanah sebuah kepercayaan, bahwa ikhtiar untuk melakukan perubahan banyak mendapatkan dukungan dan kami memang ingin perubahan ini memprioritaskan keadilan di semua aspek," tuturnya, Sabtu (18/11).

"Insyaallah, amanah ini akan kami pegang sebaik-baiknya sehingga bisa memberikan manfaat bagi semua," imbuh eks Gubernur DKI Jakarta itu.

Sejarah Ijtima Ulama

Ijtima Ulama, yang diinisiasi Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama dan diikuti Persaudaraan Alumni (PA) 212 dan Front Persaudaraan Islam atau dahulu Front Pembela Islam (FPI), tersebut bukanlah agenda pertama. Seperti saat ini, kali pertama dilaksanakan dalam menyambut Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

Kala itu, 29 Juli 2018, Ijtima Ulama I merekomendasikan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, sebagai calon presiden (capres) pada Pemilu 2019. Bahkan, merekomendasikan Ustaz Abdul Somad (UAS) dan politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Salim Segaf, sebagai calon wakil presiden (cawapres).

Prabowo akhirnya menetapkan koleganya di Gerindra, Sandiaga Uno, sebagai cawapres. Keputusan tersebut pun didukung dengan terlaksananya Ijtima Ulama II di Jakarta, 19 September.

Ijtima Ulama III digelar setelah proses pemungutan suara. Ada 5 poin yang dihasilkan dalam forum tersebut, di antaranya terjadi kecurangan dan kejahatan secara terstruktur, sistematis, dan masif pada Pemilu 2019; mendorong tim sukses (timses) Prabowo-Sandi mengajukan keberatan melalui mekanisme legal; dan mendesak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) membatalkan atau mendiskualifikasi paslon Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin.

Dukungan Ijtima Ulama kepada Prabowo kala itu bukan tanpa konsekuensi mengingat figur-figur di dalamnya berisikan tokoh-tokoh Islam garis keras bahkan disebut intoleran hingga radikal. Polarisasi di tengah-tengah masyarakat pun kian runcing, apalagi pilpres hanya diikuti dua paslon sejak 2014.

Apakah risiko serupa akan menimpa Anies-Muhaimin?

Pengamat politik Universitas Airlangga (Unair), Ali Sahab, tidak melihat adanya dukungan Ijtima Ulama kepada pasangan Amin akan membangkitkan isu intoleransi dan Islam radikal. Pangkalnya, Pilpres 2024 diikuti 3 paslon, yakni Prabowo-Gibran Rakabuming Raka dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD selain Anies-Muhaimin.

"Saya kira tidak, Mas. Pemilu kali ini diuntungkan dengan adanya 3 paslon sehingga polarisasinya tidak sekuat Jokowi-Prabowo dulu. Isu yang mengemuka sekarang lebih terkait etika majunya Gibran dan kinerja Jokowi, di mana yang berhadap-hadapan justru pasangan Prabowo vs Ganjar," bebernya kepada Alinea.id.

"Saya kira, tidak ada yang dirisaukan dengan Ijtima Ulama karena ini sama halnya dengan deklarasi ormas/kelompok yang deklarasi paslon lainnya," imbuhnya. 

Ali melanjutkan, arah dukungan GNPF Ulama dkk sudah bisa dibaca sebelum Ijtima Ulama berlangsung. Ini tecermin dari ideologi politik yang diusungnya.

"Mereka bisa dikatakan kelompok kanan, sehingga akan mendukung paslon yang cenderung kanan. Begitu pula ketika mendukung Prabowo dulu," jelasnya. "Sikap dan orientasi politik bukan sesuatu yang ujug-ujug."

Kendati begitu, Ali mengingatkan, GNPF Ulama cs tak memiliki kekuatan signifikan untuk mendulang suara bagi Anies pada Pilpres 2024. Ia seperti buih.

"Jika kita melihat hitung-hitungan kekuatan, maka GNPF tidak terlalu signifikan. Mereka bermain di udara saja," ucapnya.

"PR (pekerjaan rumah) Anies itu harus menggarap massa menengah bawah. Kalau tidak, ya, bakal kalah. Ijtima ulama itu menengah ke atas dan perkotaan," tambahnya.

Di sisi lain, Ali berpendapat, jika pilpres berlangsung 2 putaran, Anies mendapatkan keuntungan seiring memanasnya hubungan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan Jokowi sehingga menjadi konflik terbuka antara Prabowo versus Ganjar. Ia menilai, pemilu kali ini akan berlangsung 2 putaran karena berlangsung ketat dan berbeda dengan pengalaman 2009.

"Betul, [Pilpres 2024] kemungkinan 2 putaran. Jika 2 putaran, Prabowo dan Ganjar kurang diuntungkan. Makanya, mereka menargetkan dan mengampanyekan 1 putaran," ucapnnya.

Meskipun demikian, Ali ragu PDIP akan perang terbuka dengan Jokowi secara masif. Alasannya, "Akan diserang balik oleh kubu Prabowo, yang dibaliknya ada Jokowi."

Tiga belas poin Pakta Integritas Ijtima Ulama:
1. Bersedia menjaga persatuan dan kesatuan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 18 Agustus 1945 dari rongrongan sekulerisme, islamofobia, terorisme, separatisme, dan Imperialisme;
2. Bersedia menjalankan amanat TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran PKI dan Pelarangan Penyebaran Paham Komunisme, Marxisme, dan Leninisme sehingga perlu mencabut Keppres Nomor 17 Tahun 2022, Keppres Nomor 4 Tahun 2023, dan Inpres Nomor 2 Tahun 2023, yang mempsisikan para pelaku pemberontakan G30S/PKI sebagai korban pelanggaran HAM berat dalam Peristiwa 1965-1966, padahal justru mereka pelaku pelanggaran HAM berat di tahun 1948 dan sepanjang tahun 1955-1965;
3. Bersedia menjalankan amanat perundang-undangan anti-penodaan agama sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 1/PNPS/1965, yang kemudian ditetapkan menjadi undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 yang disisipkan dalam KUHP Pasal 156a, sehingga siapa pun yang menodai agama apa pun wajib diproses hukum untuk melindungi semua agama yang diakui di Indonesia dari segala bentuk penistaan dan penodaan agama, termasuk para buzzer pengadu domba umat beragama dan pemecah belah bangsa yang dipelihara rezim;
4. Bersedia menghormati posisi ulama dan bersedia mentaati pendapat para ulama dalam menyelesaikan masalah yang menyangkut kemaslahatan kehidupan berbangsa dan bernegara;
5. Bersedia melakukan revolusi akhlak di semua sektor kehidupan untuk membangun bangsa yang berakhlakul karimah demi menuju Indonesia bertakwa dan berkah dengan menjaga masyarakat dari rongrongan gaya hidup serta paham-paham merusak yang bertentangan dengan kesusilaan dan norma-norma lainnya yang berlaku di tengah masyarakat Indonesia, seperti LGBTQ+, prostitusi, perjudian, minuman keras, narkoba, dan penyakit masyarakat lainnya, serta menjamin terselenggaranya secara utuh sistem pendidikan nasional yang bertujuan meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, serta menjamin tersedianya anggaran yang memprioritaskan pendidikan umum dan pendidikan agama secara proporsional;
6. Bersedia mewujudkan kedaulatan ekonomi dengan menjaga kekayaan alam nasional serta berupaya serius mengembalikan aset negara untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Indonesia dan menjamin kehidupan yang layak bagi warga negara untuk mewujudkan kedaulatan pangan, sandang, dan papan serta menjamin alokasi anggaran yang memadai dan kemudahan akses untuk penyelenggaraan kesehatan rakyat dan menjaga kelayakan pelayanan kesehatan baik pemerintah mau pun swasta serta merevisi segala aturan terkait kesehatan agar sejalan dengan kepentingan rakyat;
7. Bersedia memperbaiki ekonomi dan taraf hidup rakyat miskin dengan membukakan lapangan pekerjaan seluas luasnya bagi tenaga kerja dari Indonesia serta meningkatkan kesejahteraan pekerja Indonesia lewat kebijakan upah yang layak serta membatasi masuknya tenaga kerja asing ke Indonesia, apabila di butuhkan, mendatangkan tenaga kerja asing hanya terbatas pada tenaga kerja ahli yang keahliannya tidak tersedia di dalam negeri semata untuk tujuan transfer of knowledge dengan waktu yang dibatasi, serta mendata ulang dan selanjutnya memulangkan tenaga kerja asing yang izin kerjanya sudah melampaui batas ketentuan;
8. Bersedia memperjuangkan kemerdekaan Palestina dari penjajahan zionis Israel sesuai amanat Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan penjajahan di atas dunia harus dihapuskan dan berperan aktif dalam menjaga perdamaian dunia serta melarang penyebaran paham zionisme karena mengandung ajaran ajaran apartheid yang rasis dan fasis;
9. Bersedia menegakan hukum dan HAM yang berkeadilan dan secara imparsial tanpa diskriminasi, menjamin pemenuhan dan pemulihan hak para korban penyalahgunaan kekuasaan oleh aparatur penegak hukum, serta tidak segan menegakan hukum terhadap oknum penegak hukum yang menyalahgunakan kekuasaan;
10. Bersedia memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme tanpa pandang bulu serta menjamin pengelolaan keuangan negara sebaik-baiknya tanpa utang yang ugal-ugalan;
11. Bersedia menjamin terpenuhinya hak berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat secara lisan dan tulisan sesuai dengan UUD 1945, serta menjamin perlindungan terhadap tokoh-tokoh agama dari segala bentuk kriminalisasi;
12. Memperkuat profesi advokat agar mendapatkan perlakuan setara dan seimbang di muka hukum dengan penegak hukum lainnya, seperti polisi, jaksa, dan hakim, demi terjaminnya hak masyarakat pencari keadilan yang selama ini telah menjadi korban tidak seimbangnya penegakan hukum serta melaksanakan program land reform untuk memberantas para mafia tanah; dan
13. Apabila saya melanggar segala klausul yang terdapat pada Pakta Integritas ini, maka saya bersedia untuk mengundurkan diri dari jabatannya.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan