Rendahnya tingkat partisipasi pemilih di luar negeri, laiknya pemilu 2014 silam membuat pemerintah menggenjot peningkatan partisipan. Ketua Kelompok Kerja Pemilu Luar Negeri Wajid Fauzi mengatakan, pilpres lima tahun lalu hanya diikuti 35% partisipan dari total warga Indonesia yang tinggal di luar negeri. Targetnya, tahun ini angka partisipan mencapai 50%.
"Berkaca dari pemilu sebelumnya, terdapat sejumlah alasan mengapa animo Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri kurang. Seperti halnya di Kuala Lumpur, Malaysia, dimana hanya 11% dari 420 ribu WNI yang memilih di pilkada dan pileg. Sedangkan untuk pemilu presiden itu sekitar 30% (partisipan) dari 420.000 WNI," katanya di Kantor KPU.
Ada sejumlah alasan mengapa angka partisipasi relatif rendah. Pertama, minimnya antusiasme warga dalam mengikuti pemilu. Kedua, mereka terkendala masalah ketiadaan dokumen sebagai syarat memilih, karena masih tertahan di majikan.
Alasan lainnya, karena pemilu berlangsung sebanyak dua kali, sehingga menyita waktu. Kemudian, sebagian besar calon yang maju pada perhelatan pemilu legislatif, kurang dikenal oleh masyarakat di sana.
Untuk mengatasi semua kendala tersebut, KPU tidak memberatkan WNI di luar negeri dengan syarat administratif yang rumit. Bahkan jika WNI di luar negerti tidak ada paspor, mereka dapat menggunakan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP).
"Dalam kesulitan apapun, kalau tidak punya paspor, bisa pakai SPLP. Dengan dokumen itu, mereka yang memiliki kendala bisa mendaftar ke PPLN," ujar Fauzi.
Selain memudahkan syarat administratif, KPU juga mengejar pencocokan dan penelitian (coklit), untuk memastikan data pemilih yang terbaru. Ini dilakukan agar angka partisipasi bisa naik di luar negeri.
Sebagai informasi, pelaksanaan coklit data pemilih dalam pemilu 2019 dilakukan pada 17 April hingga 17 Mei 2018, baik bagi pemilih di dalam negeri maupun di luar negeri.
Khusus di luar negeri, coklit serentak dilaksanakan di 130 kantor perwakilan RI dengan data Daftar Pemilih Tetap Luar Negeri (DPTLN), sebanyak 2.049.708 pemilih, sedangkan data DPTLN PPWP pada pemilu 2014 sebanyak 2.038.711 pemilih. Sementara jumlah Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) pada pemilu 2019 sebanyak 536 orang.
Coklit serentak di luar negeri itu akan dilaksanakan oleh 1.200 panitia pemutakhiran data pemilih (pantarlih), dengan rincian 598 pantarlih TPSN, 463 pantarlih Kotak Suara Keliling (KSK), dan 139 pantarlih Pos.
Sementara untuk pelaksanaan coklit serentak di dalam negeri, dilaksanakan di 133 kabupaten/kota dari total 514 kabupaten/kota seluruh Indonesia. Sesuai peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2018, dari 133 kabupaten/kota tersebut, tersebar di 17 provinsi, kecuali DKI Jakarta, DIY, dan Papua Barat yang tidak melaksanakan pilkada.
Lebih lanjut, coklit di dalam negeri akan dilaksanakan pantarlih di 141.626TPS yang tersebar di 18.856 desa/kelurahan serta 1.637 kecamatan. Sedangkan, jumlah anggota PPS diketahui sebanyak 56.568 orang dan anggota PPK sejumlah 4.911 orang.
Kemudian, dari 133 kabupaten/kota tersebut, jumlah Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilu (DP4) sebanyak 32.693.688 pemilih dan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) terakhir sebanyak 30.683.686 pemilih. Berdasarkan data DP4 juga diketahui jumlah pemilih pemula sebanyak 1.953.799 orang.
KPU dalam hal ini akan memantau secara langsung pelaksanaan gerakan coklit serentak di dalam dan di luar negeri. Khusus di luar negeri dijalankan dengan bantuan Video Conference (Vicon) bersama kantor perwakilan RI di sana.
Vicon dilaksanakan tiap pukul 10.00 WIB dari ruang Operation Room (Oproom) kantor KPU RI dengan Perwakilan RI di Kota Kinabalu, Manila, Seoul, Kuala Lumpur, Sydney, New York, Den Haag, Pretoria, dan Riyadh. Sejumlah pengurus KPU pun ditempatkan di negara-negara itu, Ketua KPU RI Arief Budiman di Kinabalu, Komisioner KPU RI Pramono Ubaid di Manila, dan Hasyim Asyari di Seoul.
Anggota KPU RI, Wahyu Setiawan mengatakan kegiatan pengawasan itu dilakukan untuk menjamin hak politik warga negara, agar terlayani dengan baik. Dia juga berharap, gerakan coklit serentak bisa mendapatkan data pemilih akurat dan komprehensif sehingga mendorong partisipasi warga pemilih dalam pemilu 2019.
WNI di negara rawan konflik
Pemerintah memfasilitasi pemilih yang berada di luar negeri untuk menggunakan hak pilih pada pemilu 2019, termasuk di negara-negara rawan konflik, seperti Jerba, Libya. Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) bersama Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang berada di daerah perbatasan, akan rutin memonitor setiap kegiatan WNI mereka.
“Jadi, intinya adalah, di manapun WNI, kami membuka kesempatan untuk mendaftar," tutur Fauzi lagi.
Apalagi, menurutnya kondisi dari masing-masing negara berbeda, antara kawasan Timur Tengah dan Malaysia misalnya. Oleh karena itu dibutuhkan sinergitas antara penyelenggara pemilu dan pemerintah setempat. Tak hanya itu, WNI di daerah rawan konflik juga diminta interaktif dalam hal ini.
Dalam kondisi di mana wilayah itu tak bisa membuat Tempat Pemungutan Suara (TPS), maka pihaknya akan menggunakan Kotak Suara Keliling (KSK) dengan menggunakan metode jemput bola. Ini dilakukan demi meminimalisir risiko keamanan terhadap WNI di negara yang bersangkutan.