Hasil survei Indobarometer yang rilis hari ini, Jumat (15/2) menunjukkan, elektabilitas Jokowi masih di posisi tertinggi. Hal ini tak bisa dilepaskan dari figur Jokowi yang dinilai merakyat, humanis, dan tegas. Jokowi juga dianggap bisa menunjukkan kinerja nyata, lewat berbagai pembangunan infrastruktur yang telah dan tengah dilakoninya.
Kepuasan masyarakat terhadap kinerja Jokowi sejauh ini mencapai angka 60,4%. Angka ini disebut Direktur Eksekutif Indobarometer, Muhammad Qodari sebagai lampu kuning, artinya Jokowi berada dalam posisi teratas namun belum aman. Oleh karena itu, siapapun yang mendampingi Jokowi dalam bursa pilpres nanti, harus mampu menambal dan melengkapi kekurangan Jokowi.
Jokowi dinilai masih kurang untuk beberapa isu yang terkait dengan problem ekonomi makro, seperti ketersediaan lapangan kerja, keterjangkauan harga BBM dan sembako, serta tarif dasar listrik. Kendati ini merupakan isu ekonomi makro yang berkelindan dengan kondisi makro internasional, namun Aryo Djojohadikusumo, politisi Gerindra melihatnya sebagai problem yang krusial. “Riset Bank Dunia menyatakan, dengan kondisi ekonomi yang demikian, lalu diikuti kasus gizi buruk yang menyerang 38% anak Indonesia, bagaimana mungkin Jokowi masih memikirkan pembangunan fisik,” timpal Aryo.
Pernyataan Aryo dibantah Nusron Wahid, kader Golkar, yang juga anggota DPR. “Pak Jokowi ini sosok yang berbeda dengan SBY, yang sibuk berburu voters dengan menggulirkan kebijakan jangka pendek seperti bantuan langsung tunai (BLT). Jokowi justru memikirkan rencana jangka panjang dengan pembangunan infrastruktur,” tuturnya. Hal itu ditempuh Jokowi untuk meningkatkan daya saing negara di berbagai bidang, khususnya ekonomi.
Berangkat dari isu ini, maka Nusron menilai, orang yang mendampingi Jokowi sebagai cawapres haruslah orang yang setidaknya menguasai bidang ekonomi, baik dari kalangan akademisi maupun praktisi. “Jika Jokowi dijegal menggunakan isu ekonomi, bukan isu rasisme dan lainnya. Maka asumsi saya, orang yang mendampingi Jokowi harus orang yang paham ekonomi,” tandas Nusron.
Pegiat GP Anshor itu menjelaskan kriteria lengkap yang harus melekat di cawapres pendamping Jokowi. “Ada empat kriteria, pertama ia harus orang Muslim. Hal ini untuk mengantisipasi penjegalan yang berbau agama yang sebetulnya tak sesuai dengan keadaban publik. Kedua, ia harus paham isu ekonomi. Ketiga, ia diterima masyarakat internasional dan tergolong market friendly. Kriteria ini penting karena bisa mendukung kebijakan publik, sehingga jika pasar atau pelaku industri tak simpatik, akan merepotkan. Terakhir, cawapres harus mengantongi dukungan dari kantung-kantung Islam baik structural seperti NU dan Muhammadiyah serta kultural,” urainya.
Jadi dari empat kriteria tersebut, siapa yang paling tepat mendampingi Jokowi? “Nama Sri Mulyani belakangan disebut-sebut, mengalahkan Airlangga dan Chairul Tanjung. Apalagi mengingat prestasi Menteri Ekonomi ini sudah tak perlu diragukan hingga di kancah internasional. Hanya saja kelemahan Mulyani adalah, ketiadaan dukungan dari kantung-kantung Islam,” ungkap Qodari.