Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) kemarin Selasa (13/3) mengumumkan sejumlah dugaan pelanggaran terkait penyelenggaraan pemilu. Ada enam pelanggaran yang mewarnai jalannya pesta demokrasi di tanah air.
Temuan pertama, terkait dana kampanye yang digunakan pasangan calon (paslon) kepala daerah di luar rekening kampanye. Hal itu tampak dari selisih jumlah penerimaan dengan pengeluaran dana kampanye yang tak sesuai dengan jumlah di dalam saldo.
Komisioner Bawaslu Muhammad Muhammad Afifuddin mengatakan, berdasarkan analisis yang dilakukan Bawaslu atas laporan awal dana kampanye (LADK), terdapat total dana sebesar Rp 10.805.174.636 yang digunakan untuk kampanye pilkada pada tingkat kabupaten dan kota, akan tetapi dana tersebut tidak terdapat di dalam rekening dana kampanye paslon terkait. Sedangkan, pada penyelenggaraan pemilu gubernur, dana kampanye yang digunakan di luar rekening dana kampanye sebesar Rp 3.984.157.334.
Temuan kedua menyangkut pemutakhiran data pemilih. Lembaga tersebut menghimpun dugaan pelanggaran di antaranya 26 panitia pemutakhiran daftar pemilih (PPDP) di lima provinsi dan enam kabupaten/kota terlambat dibentuk. Padahal seharusnya sudah dibentuk paling lambat 17 Januari 2018. Keterlambatan ini berimbas pada berlarat-laratnya tahapan pencocokan dan penelitian daftar pemilih. Tidak hanya itu, keterlambatan juga berdampak pada absennya PPDP dalam bimbingan teknis (bimtek) yang diselenggarakan KPU.
Bawaslu juga menemukan masih ada petugas PPDP yang merupakan pengurus atau anggota partai politik (parpol) tertentu. Total ditemukan ada 471 orang di delapan provinsi dan 30 kabupaten/kota yang pegiatnya adalah orang parpol. Atas temuan tersebut, Bawaslu merekomendasikan untuk menggantikan PPDP tersebut.
Tak hanya itu, Bawaslu juga menemukan fakta, sebanyak 547.144 pemilih diduga belum dilakukan pencocokan dan penelitian. Kemudian, sebanyak 1.0255.577 warga tidak memiliki KTP elektronik maupun surat keterangan, sehingga menimbulkan masalah karena para pemilih ini terancam tidak dapat menggunakan hak pilihnya pada hari pemungutan suara, 20 Juni 2018 mendatang.
Anggota Bawaslu Rachmat Bagja menambahkan, ada lagi temuan tentang pelanggaran terhadap alat peraga dan pengadaan alat berat di pemilu 2018. Setidaknya Bawaslu menindak 4.074 pelanggaran alat berat dan alat peraga kampanye. Sayangnya, ada sejumlah pejabat BUMD, BUMN, anggota Polri/TNI, kepala daerah, ASN, dan kepala desa dalam kampanye. Total pelanggaran untuk temuan ini ada 425 buah.
"Ada juga pelanggaran sebanyak 426 pelibatan pihak lain yang dilarang dalam proses kampanye, dan 49 kampanye di tempat yang dilarang seperti di tempat ibadah," katanya.