close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Anggota Komisi III Fraksi Demokrat DPR RI Hinca IP Pandjaitan/Antara Foto.
icon caption
Anggota Komisi III Fraksi Demokrat DPR RI Hinca IP Pandjaitan/Antara Foto.
Politik
Jumat, 29 Januari 2021 16:07

IPK RI anjlok, Hinca singgung kasus korupsi mantan Presiden Gambia

Anggota Komisi III DPR RI Hinca Pandjaitan anggap turunnya IPK RI tragedi.
swipe

Anggota Komisi III DPR RI Hinca IP Pandjaitan memberi peringatan keras ihwal merosotnya indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia ke ranking 102, atau setara dengan negara dari Afrika, Gambia.

"Ini adalah tragedi yang tidak bisa dianggap sebagai angin lalu bagi pemerintah. Tentu saya sebagai bagian dari kamar legislatif juga berkaca atas CPI (Corruption Perception Index) yang merosot ini. Tetapi ini adalah tamparan keras bagi penguasa, bahwa ternyata dalam proses mengejar ease of doing business, kita kecolongan," ujar Hinca, kepada Alinea.id, Jumat (29/1).

Salah faktor utama penyebab melorotnya IPK Indonesia adalah persepsi korupsi di sektor ekonomi, sejumlah indikator yang berhubungan, yakni kemudahan berbisnis dan investasi nilainya merosot.

Hinca khawatir, peringkat IPK Indonesia di dunia yang setara dengan negara Gambia memiliki kesamaan akan iklim tindak pidana korupsi. Mengingat, negara di Benua Afrika itu sempat mengalami krisis keuangan akibat dugaan korupsi sebesar 1 miliar dollar AS, atau sekitar Rp 14,2 triliun, yang dilakukan Yahya Jammeh, mantan Presiden Gambia. Pemberitaan kasus korupsi triliunan Yahya Jammeh itu gempar diberitakan media pada 2019.

"Apakah kita sudah separah Gambia? Mungkin saja, jika melihat CPI 2020 tersebut. Sangat ironis, ini adalah soal manajemen pemerintahan yang menurut saya telah masuk dalam kategori buruk. Harus banyak yang dilakukan perubahan, sudah terlalu banyak kita kecolongan," beber Hinca.

Atas merosotnya IPK Indonesia, politikus Partai Demokrat ini menyebut Presiden Joko Widodo maupun jajaranya perlu meminta maaf pada publik, dan perlu mengintropeksi sistem guna memperbaiki skor IPK Indonesia.

"Penguasa harus muhasabah diri atas hasil yang buruk ini. Pun juga lembaga lainnya yang turut berperan atas kemerosotan ini. Yang jelas, pucuk pimpinan di atas harus memiliki agenda baru di tahun ini untuk mengejar ketertinggalan kita dalam tabel klasemen IPK di tahun depan," kata Hinca.

Tak hanya itu, Hinca juga merasa terdapat pekerjaan rumah yang harus dilakukan oleh lembaga penegak hukum dalam menangani sejumlah dugaan mega skandal kasus korupsi seperti, Asabri, Jiwasraya, hingga Bansos Covid-19 yang menjerat eks Menteri Sosial Juliari P Batubara.

"Sekali lagi, ini dukacita kita. Anggaplah bahwa kita sudah jatuh dalam zona degradasi. Kita menjadi negara semenjana dalam tabel persepsi korupsi," ucap Hinca.

"KPK sebagai penyerang harus lebih haus gol untuk membongkar banyak kasus dan skandal, Presiden sebagai playmaker harus pandai mengatur irama bernegara, DPR sebagai pemain bertahan harus rajin menggigit, menggunting dan membuang seluruh peluang korupsi melalui mekanisme pengawasannya, dan tentu kepada pengusaha sebagai suporter juga harus patuh pada aturan dan jangan membiasakan diri menerobos masuk tribun tanpa tiket," pungkasnya.

Transparency International Indonesia (TII) sebelumnya memaparkan skor corruption perception index (CPI) atau indeks persepsi korupsi Indonesia turun tiga poin dari 40 di 2019 menjadi 37 pada 2020. Peneliti TII, Wawan Suyatmiko menyampaikan, peringkat Indonesia juga anjlok menjadi 102 dari 180 negara.

"Jika tahun 2019 lalu kita berada pada skor 40 dan ranking 85, ini 2020 kita berada di skor 37 dan ranking 102. Negara yang mempunyai skor dan ranking sama dengan Indonesia adalah Gambia," ujarnya saat diskusi dalam jaringan, Kamis (28/1).

Dalam menentukan skor CPI Indonesia ada sembilan sumber data yang digunakan. Rinciannya, Political Risk Service, Global Insight Country Risk Ratings, dan Economist Intelligence Unit Country Risk Service.

Lalu, IMD Business School World Competitiveness Yearbook, World Economic Forum Executive Opinion Survey, Political and Economic Risk Consultancy, Bertelsmann Stiftung Transformation Index, Varieties of Democracy Project dan World Justice Project Rule of Law Index.

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Fathor Rasi
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan