close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Dave Akbarshah Fikarno. Foto: dpr.go.id.
icon caption
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Dave Akbarshah Fikarno. Foto: dpr.go.id.
Politik
Jumat, 04 Maret 2022 11:38

DPR harap IPU Bali jadi momentum desak Rusia hentikan invasi ke Ukraina

Indonesia sudah menegaskan diri sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 untuk menolak penjajahan di seluruh dunia dan menjadikan perda
swipe

Anggota Komisi I DPR Dave Akbarshah Fikarno mendukung momentum Inter-Parliamentary Union (IPU) ke-144 menjadi sarana untuk mendesak penghentian invasi Rusia ke Ukraina melalui jalur-jalur diplomasi. IPU merupakan organisasi internasional yang mewadahi parlemen dari negara-negara yang berdaulat.

Menurut Dave, Indonesia sudah menegaskan sikap sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 untuk menolak penjajahan di seluruh dunia dan menjadikan perdamaian adalah hak segala bangsa.

"Kita terus mendorong agar upaya perdamaian di Ukraina melalui semua forum yang kita miliki, yang kita dapatkan akses. Apakah itu di UN (United Nations), IPU atau forum-forum multilateral atau bilateral lainnya. Dalam rangka untuk mendesak agar dihentikan pertempuran ini, sehingga perdamaian di dunia kembali terjadi," ujar Dave dalam keterangannya, Jumat (4/3).

Indonesia akan menjadi tuan rumah penyelenggaraan IPU ke-144 di Nusa Dua, Bali, 20-24 Maret 2022. Forum tersebut akan dihadiri oleh 1.000-1.500 peserta yang berasal dari 179 negara atau pimpinan parlemen bersama delegasinya. Adapun per 2 Maret 2023,  para delegasi yang berasal dari 87 negara terkonfirmasi akan hadir dalam acara IPU ini.

Menurut Dave, upaya perdamaian melalui jalur diplomasi perlu dihadirkan untuk menjamin kestabilan, khususnya sektor ekonomi dan perdagangan dunia. Saat ini, mungkin belum terasa, tetapi dalam waktu tidak begitu lama akan cukup terasa bagi perekonomian Indonesia. Hal itu mengingat Indonesia dengan Rusia dan Ukraina terlibat dalam perdagangan bilateral satu sama lain, baik komoditas seperti gandum maupun industri peralatan perang dari Rusia.

"Jadi dampak ini yang harus segera ditangani. Pemerintah juga harus menyiapkan contingency plan-nya bila berhenti sumber daya dari negara penyuplai tersebut, sudah harus dicari penggantinya," ujar anggota Fraksi Partai Golkar ini.

Jika suplainya menurun, lebih lanjut Dave, sementara permintaan dari beberapa negara termasuk Indonesia semakin meningkat, maka akan berefek kepada harga internasional yang ikut meningkat. 

"Jadi harus dipikirkan makro dan mikro ekonomi Indonesia. Dan juga harus diperhatikan dari awal sehingga tidak ada inflasi yang bergejolak, tidak terkontrol," katanya.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan (Kemendag), perdagangan Indonesia dengan Rusia berjumlah USD2,75 miliar pada 2021. Angka tersebut tumbuh 42,25% dibanding tahun 2020 yang hanya USD1,93 miliar, sekaligus menjadi capaian tertinggi dalam beberapa tahun belakangan. Nilai ekspor Indonesia ke Rusia pun tumbuh 53,42 persen menjadi USD1,49 dollar AS sepanjang 2021 dibanding tahun sebelumnya. Semuanya merupakan komoditas non-migas.

Sedangkan impor Indonesia dari Negeri Beruang Merah tersebut tumbuh 30,89% menjadi USD1,25 miliar sepanjang 2021 dari tahun sebelumnya. Rinciannya, impor migas senilai USD44,87 juta dan impor non-migas mencapai USD1,21 miliar. Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia dengan Rusia mencatat surplus USD239,79 juta pada 2021. Capaian tersebut lebih baik dibanding dengan tahun 2020, di mana Indonesia mengalami defisit USD340,38 juta. 

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Ayu mumpuni
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan