Pengamat politik Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah Putra, khawatir dengan penunjukkan Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor Yaqut Cholil Qoumas sebagai Menteri Agama (Menag). Rekam jejak GP Ansor dinilai cenderung frontal menghadapi Front Pembela Islam (FPI).
Misalnya, pada 2018 lalu, saat terjadi insiden pembakaran bendera bertuliskan arab mirip Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Garut, Jawa Barat. Saat itu kedua elite ormas tersebut saling lempar argumentasi.
“Memang sedikit mengkhawatirkan jika membaca jejak GP Ansor yang cenderung frontal menghadapi cara FPI berorganisasi politik, sama halnya dengan afiliasi HTI,” ujar Dedi kepada Alinea.id, Rabu (23/12).
Menurut Dedi, semestinya sikap frontal Yaqut Cholil Qoumas kepada FPI maupun HTI tidak lagi diperlukan ketika menjabat sebagi Menag.
Dia menyarankan politikus sapaan akrab Gus Yaqut itu perlu mempertimbangkan cara yang lebih dialogis dan persuasif. Pasalnya, Menag harus memiliki andil besar dalam menjaga keberagaman. Tak terkecuali, menjaga harmoni antar kelompok masyarakat, baik yang bersifat ideologis maupun politik.
Di sisi lain, sambung dia, penunjukkan Yaqut Cholil Qoumas menggambarkan prioritas politik akomodasi Presiden Jokowi. Selain mewakili jatah menteri PKB, Yaqut Cholil Qoumas berasal dari unsur Nahdlatul Ulama (NU).
“Sehingga, Jokowi mendapatkan dua gerbong yang diperlukan,” tutur Dedi.
Sebelumnya, Presiden Jokowi melantik enam menteri baru Kabinet Indonesia Maju. Mereka adalah Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menggantikan Terawan Agus Putranto, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno menggeser Wishnutama Kusubandio, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini mengisi kursi kosong pasca ditangkapnya Juliari Peter Batubara oleh KPK.
Lalu, Menteri Perdagangan M Lutfi menggantikan Agus Suparmanto, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menggeser Fachrul Razi, dan Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Sakti Trenggono mengisi kursi kosong pasca ditangkapnya Edhy Prabowo oleh KPK.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengungkapkan keinginannya, untuk menjadikan agama sebagai inspirasi bukan aspirasi.
“Agama sebisa mungkin tidak lagi digunakan menjadi alat politik, baik untuk menentang pemerintah maupun merebut kekuasaan atau mungkin untuk tujuan-tujuan yang lain. Agama biar menjadi inspirasi dan biarkan agama itu membawa nilai-nilai kebaikan dan nilai-nilai kedamaian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” ucapnya di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (22/12).
Ia pun berjanji akan berupaya meningkatkan ukhuwah islamiah, ukhuwah wathaniyah atau persaudaraan sesama warga bangsa. karena kemerdekaan bangsa Indonesia diperoleh atas perjuangan semua agama.
Juga berupaya meningkatkan ukhuwah wathaniyah atau persaudaraan/persatuan sesama umat manusia. Mengutip pernyataan sahabat Nabi Muhammad, Ali bin Abi Thalib, Yaqut menyebut mereka yang tidak saudara dalam iman adalah saudaramu dalam kemanusiaan.