Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra, mengemukakan alasannya menjadi penasihat hukum calon presiden dan wakil presiden nomor urut satu, Joko Widodo-KH Maruf Amin di Pilpres 2019. Pengakuan tersebut diungkapkan kepada Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII).
Yusril mengatakan, langkahnya untuk menjadi pengacara Jokowi-Maruf merupakan keputusan profesionalitas pribadinya, dan itu tidak melibatkan insitusi partai. Namun demikian, diakuinya bahwa langkah tersebut secara langsung atau tidak langsung berdampak pada partai besutannya.
“Keputusan tersebut langkah strategis untuk menjaga agar pemilu berjalan sesuai koridor hukum yang berlaku, sambil memperkuat sisi politik PBB agar mampu menembus ambang batas 4 persen,” kata Yusril pada Selasa, (13/11).
Yusril menegaskan bahwa dirinya bertanggung jawab untuk menyelamatkan PBB yang terpuruk selama 10 tahun terakhir. Indikator penyelamatan itu adalah terbentuknya Fraksi PBB di DPR RI yang selama ini kosong karena PBB gagal menembus ambang batas parlemen.
Yusril kembali menegaskan hasil pembicaraannya dengan Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf, Erick Thohir bahwa dirinya bukan bagian dari Timses.
“Saya adalah lawyer profesional untuk dimintai saran dan pendapat serta melakukan advokasi hukum jika dipandang perlu,” ucapnya.
Langkahnya ini pun, kata Yusril, sama halnya seperti yang dilakukan oleh Kwik Kian Gie yang diminta menjadi Penasihat Ekonomi Prabwo-Sandiaga Uno, tetapi Kwik sama sekali bukan bagian dari Timses pasangan calon tersebut.
Yusril mengakui, pada hari-hari pertama keputusannya itu akan menjadi kontroversi. Namun, dalam waktu singkat melalui penjelasan yang intensif, keputusannya akan dapat dipahami. Yusril mencontohkan, dia datang ke Bandung untuk menjelaskan sikapnya di hadapan sekitar 1.000 orang Pengurus DPW, DPC dan Caleg PBB se-Jawa Barat.
Mereka yang semula berseberangan, kata dia, akhirnya dapat menerima setelah diberi penjelasan dan dialog dengan hati terbuka. Yusril mengakui bahwa perbedaan pendapat akan selalu ada pada setiap partai, termasuk di Masyumi dulu.
"Perbedaan ideologis tentu tidak ada. Yang ada adalah perbedaan langkah-langkah strategis politik di lapangan," katanya. “Yang penting, semua pihak dapat menahan diri karena berpolitik perlu kedewasaan dan kesabaran.” (Ant)