Usulan pembongkaran jalur sepeda Sudirman-Thamrin, Jakarta, oleh Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni, dianggap cerminan absennya wawasan ekologi politik anggota DPR. Dalam sejumlah literatur dijelaskan, ekologi politik fokus pada kajian sosial politik terhadap lingkungan, sehingga muncul reformulasi kebijakan yang pro lingkungan.
"Yang pasti mereka tidak memiliki wawasan ekologi politik. Perlu kita ketahui penyumbang polusi udara di Jakarta 75%-nya berasal dari kendaraan bermotor. sehingga harusnya jalur sepeda dan pejalan kaki justru harusnya ditambah dan diperbaiki," kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta, Tugabus Soleh Ahmadi, dihubungi Alinea.id, Kamis (17/6).
Dalam rapat bersama Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kemarin, politikus NasDem itu meminta Kapolri mengevaluasi tentang jalur permanen Sudirman-Thamrin. Sahroni tak ingin muncul isu diskriminasi pengguna jalan, baik itu sepeda road bike maupun sepeda seli.
"Di tengah situasi darurat iklim kita membutuhkan transisi kebiasaan kita dalam bertransportasi ke arah yang lebih bijak, jadi keberadaan jalur sepeda harus dilihat sebagai keinginan banyak orang yang memilih alat transportasi yang ramah lingkungan," lanjut aktivis lingkungan sapaan Bagus itu.
Bagus melanjutkan, menyediakan jalur sepeda adalah amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. "Kewajiban pemerintah untuk menyediakan jalur sepeda dan pejalan kaki, dan itu adalah hak bagi masyarakat yang di atur dalam Undang-Undang No 22 Tahun 2009," pungkas Bagus.
Diketahui, dalam rapat dengan Komisi III DPR, Kapolri setuju membongkar jalur sepeda tersebut. Namun, Polri akan mencari formula yang pas dan cocok sebagai pengganti jalur sepeda permanen di ruas jalan Sudirman-Thamrin.
"Setuju, masalah yang permanen itu dibongkar saja," ujar Kapolri.