Partai Demokrat mempertanyakan keterlibatan Istana dalam pemberitaan Asia Sentinel, yang menyebut Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan pencucian uang senilai US$12 miliar. Pertanyaan ini disampaikan Wakil Sekretaris Jendral (Wasekjen) Partai Demokrat Rachland Nashidik, dalam unggahan foto Co-Founder Asia Sentinel, Lin Neumann, di akun Twitter miliknya @RachlanNashidik.
Ada dua foto Neumann yang diunggah Rachlan di Twitter. Foto pertama diunggah sekitar pukul 07.00 WIB, Selasa (17/9). Dalam foto tersebut, Neumann berpose bersama 16 orang lainnya. Ada Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) Moeldoko dalam foto tersebut.
"Apakah Istana terlibat dalam fitnah pada SBY?" tulis Rachlan dalam unggahan foto tersebut.
Empat jam kemudian, ia kembali menggunggah foto Neumann. Kali ini hanya berdua, bersama Presiden Joko Widodo.
"Apa kepentingan tersembunyi organisasi dagang AS itu bila dikaitkan dengan Tuan Neumann yang medianya aktif memfitnah kubu rival Pak @jokowi jelang Pilpres?," kata Rachland.
Istana membantah punya andil dengan pemberitaan Asia Sentinel yang menyudutkan SBY. Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Johan Budi mengatakan, foto yang diunggah Rachland tak menunjukkan bukti keterlibatan Istana dalam persoalan SBY dan Asia Sentinel.
Dia pun berharap pemberitaan Asia Sentinel tak dihubung-hubungkan dengan Istana. Apalagi tak pernah ada persoalan dalam hubungan SBY dengan pemerintahan Jokowi selama ini.
"Saya pikir enggak ada persoalan Istana dengan Pak SBY. Hubungannya baik-baik saja," kata Johan Budi.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan, perkembangan teknologi saat ini membuat semua orang dapat lebih mudah mengekspresikan diri, salah satunya dengan foto.
Foto bersama pun menjadi sesuatu yang lazim, sehingga siapapun dapat berpose bersama dengan orang yang dikaguminya. Saat bertemu pejabat atau tokoh publik lainnya, seseorang dapat mengambil foto bersama dengan tokoh tersebut.
Hasto pun menilai, sebuah foto tidak bisa dianggap menjadi bagian dari afiliasi agenda politik seseorang. Itu justru menunjukkan keakraban dan merupakan bagian dari perkembangan teknologi.
"Itu trend baru, sehingga foto bersama tidak bisa dianggap menjadi bagian dari sebuah afiliasi terhadap sebuah agenda politik, kepentingan politik," kata Hasto.