Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai kritik mahasiswa terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan hal krusial dari kehidupan warga dalam berekspresi dan berpendapat.
Ini disampaikan Usman menanggapi dugaan peretasan yang dialami beberapa pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) setelah BEM UI mengunggah kritik soal "The King Of Lip Service".
Dugaan peretasan tersebut dialami pengurus BEM UI, termasuk Kepala Biro Hubungan Masyarakat BEM UI Tiara Sahfina, Wakil Ketua BEM UI Yogie Sani, Koordinator Bidang Sosial Lingkungan BEM UI Naifah Uzlah, dan Kepala Departemen Aksi dan Propaganda BEM UI Syahrul Badri.
"Tanggapan kritis seperti ini seharusnya mendapat dukungan, bukannya diminta dihapus oleh universitas atau mendapat pembalasan seperti peretasan,” kata Usaman dalam keterangan tertulis, Senin (28/6).
Menurut Usman, kritik-kritik yang disampaikan oleh BEM UI dalam postingan tersebut juga tidak jauh berbeda dengan kritik yang sebelumnya sudah disampaikan oleh kalangan organisasi hak asasi manusia, termasuk Amnesty.
"Kami beberapa kali mempertanyakan komitmen Presiden dan pemerintah untuk mengambil langkah nyata untuk melindungi kebebasan berekspresi, berserikat, dan berkumpul secara damai, dan memberantas korupsi,” lanjutnya.
Ia melanjutkan, dugaan peretasan yang dialami beberapa aktivis mahasiswa dan pengurus BEM UI juga merupakan bagian dari pembungkaman kritik dan dapat melanggar hak atas kemerdekaan untuk berekspresi dan berpendapat.
Jika Presiden Jokowi tidak ingin dicap sebagai ‘King of Lip Service’, lanjutnya, Jokowi harus menunjukkan ucapannya dengan komitmen nyata berupa kebijakan yang melindungi dan menjamin kemerdekaan berekspresi dan berpendapat.
"Termasuk melindungi mereka yang berbeda pandangan politik dengan pemerintah. Pemerintah juga harus memastikan bahwa aparat penegak hukum mengusut kasus ini secara transparan, akuntabel, dan jelas. Semua pelaku peretasan wajib diproses dengan adil, transparan, independen, dan dijatuhkan hukuman sesuai dengan undang-undang yang berlaku berdasarkan bukti yang cukup,” pungkasnya.
Diketahui, Pada Sabtu 26 Juni 2021 kemarin, BEM UI mengunggah posting berjudul “Jokowi: The King of Lip Service” atau "Jokowi: Raja Membual" melalui akun instagramnya. Buntut dari postingan itu, pengurus BEM UI dipanggil untuk bertemu Rektorat UI kemarin. Di dalam pertemuan tersebut, BEM UI diminta untuk menghapus postingnya. Namun pengurus BEM UI menolak menghapus postingan itu.