Presiden Joko Widodo (Jokowi) dianjurkan merombak (reshuffle) Kabinet Indonesia Maju. Khususnya di bidang ekonomi. Lantaran kinerjanya pada 100 hari pertama "jeblok".
"Ini menjadi awal Jokowi mendapatkan masukan dari publik. Untuk memperbaiki kinerja menterinya. Kalau tidak lebih baik, sebaiknya Pak Jokowi lakukan reshuffle," ucap Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno, di Jakarta, Minggu (23/2).
Dia berpendapat demikian, lantaran survei PPI dan Politika Research and Consulting (PRC) menyimpulkan, isu ekonomi menjadi kelemahan pemerintah. Meski diakui, 100 hari pertama takbisa menjadi parameter penilaian seutuhnya.
"Masyarakat mengatakan, kesulitan menjangkau bahan-bahan yang turun-naik. Kemudian, pertumbuhan ekonomi stuck 5%. Masyarakat juga mengatakan, dapat kerja susah," tuturnya.
Adi pun mengingatkan, Jokowi tak lagi memiliki beban politik pada era keduanya. Sehingga, mesti lebih tegas dalam mewujudkan janji kampanyenya.
Sementara, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Golkar, Maman Abdurrahman, menilai, terlalu dini untuk melakukan perombakan. Dalihnya, tiga bulan pertama fase konsolidasi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.
"Apa yang mau di-reshuffle? Wong konsolidasi pekerjaan saja lagi berjalan. Kalau dari pendapat saya, mungkin momentumnya belum pas, ya," tuturnya.
Beberapa hulubalang kabinet ekonomi Jokowi dijabat politikus. Seperti Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto (Ketua Umum DPP Golkar); Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita (Waketum DPP Golkar); Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziah (Waketum DPP PKB); Menteri Perdagangan, Agus Suparmanto (PKB); Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (NasDem); serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya (NasDem).
Beberapa pos lain dari nonpartai. Macam Menteri Keuangan, Sri Mulyani; Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Teten Masduki; Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono; Badan Pertanahan Nasional, Sofyan Djalil; serta Menteri BUMN, Erick Thohir.