Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA, menyebut, presiden-presiden di Indonesia umumnya berakhir buruk di ujung pemerintahannya. Dicontohkannya dengan Sukarno dan Soeharto yang jatuh serta BJ Habibie yang laporannya ditolak MPR.
Kemudian, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) digulingkan, sedangkan Megawati Soekarnoputri gagal terpilih kembali. Lalu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang popularitasnya merosot sehingga berdampak terhadap elektabilitas Partai Demokrat.
Namun, menurut Denny JA, tidak demikian dengan Joko Widodo (Jokowi). Sebab, tingkat kepuasan publik (approval rating) terhadap pemerintahannya jelang setahun purnabakti mencapai 80%. Ini disebut jarang terjadi di Indonesia.
"Di ujung kekuasaannya, Jokowi masih sangat populer. Menjelang proklamasi 17 Agustus, approval rating, yang puas atas kinerja Jokowi selaku presiden, masih sangat tinggi di angka 80%. Itu hasil survei LSI Denny JA yang baru saja selesai, beberapa hari lalu," tuturnya dalam keterangannya, Kamis (17/8).
"Jokowi keluar dari tradisi presiden Indonesia. Ia justru sangat populer di ujung kekuasaannya," sambungnya.
Lebih jauh, Denny JA menyampaikan, tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi sejak Januari 2023 berkisar 79-82%. Ini disebut sebagai approval rating yang teramat tinggi.
Hal ini, lanjutnya, membuat isu perubahan yang diusung koalisi pendukung eks Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, tidak bergema. Tingkat keterpilihan Anies pun masih kalah selisih 2 digit daripada Ganjar Pranowo, terlebih Prabowo Subianto.
Ia berpendapat, isu perubahan bakal bergema jika presiden yang berkuasa tidak populer. Pangkalnya, hal itu menunjukkan publik ingin suasana baru dan berbeda.
"Mereka yang menyadari data ini tak akan mengusung isu perubahan. Yang harusnya diusung justru 'Jokowi effect', efek kedekatan dengan Jokowi, efek melanjutkan program penting Jokowi," kata Denny JA.