Kerap dikaitkan dengan PKI, membuat Presiden Jokowi geram dan menyatakan ingin menabok orang yang memproduksi isu tersebut.
Merespons pernyataan itu, Pengamat Politik Universitas Indonesia Ade Reza Hardiyan mengatakan, sebagai pimpinan negara seharusnya Jokowi dapat lebih menggunakan kata-kata yang lebih positif.
"Pertama saya kira meskinya sebagai negarawan, pernyataan bisa menggunakan metafora yang lebih positif, bahasa-bahasa yang lebih menyejukkan. Boleh ada ekspresi kemarahan, kekecewaan, dan sebagainya, tetapi itu tidak harus terekspos di publik, karena tidak ada makna politik, tidak mendidik masyarakat," paparnya dalam diskusi publik di Kuningan, Jakarta, Sabtu (24/11).
Reza menambahkan, jika terusik, Jokowi bisa menggunakan langkah hukum untuk membendung isu, alih-alih menggulirkan opini yang membuat gaduh.
"Presiden juga punya hak -hak hukum yang harus dilindungi, hak-hak asasi yang harus dilindungi. Tidak boleh kemudian difitnah, dihina, dicela, dirusak martabatnya melalui berita yang tidak kredibel," ujarnya.
Di sisi lain, Pengamat Politik yang sekaligus Direktur Lembaga Pemilih Indonesia, Bonny Hargens menjelaskan, apa yang diungkapkan Jokowi mengenai isu PKI adalah hal yang wajar, sebab memang isu itu kerap dipolitisasi sehingga merugikannya.
"Yang disampaikan Jokowi adalah reaksi yang wajar terhadap praktik politik saat ini, yang sedikit-sedikit sering dipolitisasi. Agama sering dijadikan alat, dan politik yang memecah belah," jelasnya.
Boony memandang, ada baiknya semua pihak menilai pernyataan Jokowi dengan mendudukkannya pada konteks saat ini.
"Jadi jangan melihat diksinya dan mencari artinya di kamus, jangan begitu. Harus ada makna kontekstual. Kalau Jokowi bilang mengenai sontoloyo dan genderuwo, memang faktanya banyak genderuwo dalam politik ini. Mereka tiba-tiba jadi agamis tapi sebenarnya perampok dan mafia. Hanya karena mau pemilu, tiba-tiba pakai simbol agama semua, dan akhirnya menuduh lawannya anti-Islam dan sebagainya," paparnya.
Lebih lanjut, Boony memandang politik saat ini sudah tak sehat, sebab banyak pihak yang ingin memainkan persepsi masyarakat untuk kepentingan pribadi semata.
"Ini tak sehat jadinya politik kita kalau begini. Salahnya ada di cara berpikir para elite," pungkasnya.