Jangan andalkan AS, saatnya Jokowi dorong produksi ventilator RI
Presiden Joko Widodo (Jokowi) disarankan mengambil upaya alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan ventilator nasional untuk memerangi Covid-19. Demikian diungkapkan Anggota Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay.
Kendati sudah ada tawaran bantuan dari Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump sebagai upaya kerja sama menangani pandemi Covid-19, Saleh khawatir hal itu belum pasti dapat terpenuhi.
"Pasalnya, untuk kebutuhan AS sendiri itu sangat mendesak, dan saya kira perlu dipikirkan ulang juga mencari alternatif lain terkait ventilator ini," kata Saleh saat dihubungi Alinea.id, Senin (27/4).
Saleh menilai upaya Jokowi berkomunikasi dengan berbagai negara lain sebagai hal yang wajar, termasuk dengan Presiden AS Donald Trump untuk mencari bantuan dan kerja sama.
Namun, Saleh mengingatkan agar pemerintah sebaiknya jangan berhenti hanya meminta bantuan kepada Pemerintah AS saja.
"Sebab hingga hari ini, jumlah pasien Covid-19 terbanyak di dunia itu adalah AS. Bahkan korban meninggal dunia di Amerika sendiri sudah lebih dari 53.000 orang. Dan itu artinya bahwa Pemerintah AS dan juga negara AS lagi butuh banyak ventilator juga," terang politikus PAN ini.
Bukan hanya itu, menurut Saleh, di AS sendiri sempat mencuat perdebatan antara Gubernur New York dengan Trump terkait kebutuhan ventilator di wilayah metropolitan AS tersebut.
"Di mana Trump mengatakan permintaan dari Gubernur New York untuk ventilator sebanyak 30.000 itu terlalu berlebihan. Sementara Gubernur New York mengatakan, itu kebutuhan rill di lapangan, bahwa pasien mereka di lapangan itu memang banyak sekali. Dan New York itu adalah sebagai episentrum perkembangan Covid-19 di sana. Jadi itu sangatalah besar," jelasnya.
Pemerintah, lanjut Saleh, boleh saja mengharapkan bantuan Pemerintah AS, akan tetapi dia tidak yakin semua itu akan terpenuhi dalam waktu dekat. Apalagi, tambahnya, negara-negara lain di dunia juga sedang berupaya mencari ventilator tersebut.
AS, jelas dia, selain menyatakan siap membantu Indonesia, mereka juga akan membantu beberapa negara lain. Artinya, tegas Saleh, kebutuhan negara-negara akan ventilator ini sangat besar sekali. Semakin banyak orang butuh, barang akan semakin langka.
Maka dari itu, jangan sampai Pemerintah Indonesia bertumpu pada bantuan Pemerintah AS saja. Saleh mendorong agar pemerintah bisa mengupayakan dari sumber lain, termasuk sumber-sumber dalam negeri.
"Saya dengar Indonesia bisa memproduksi ventilator sendiri, terutama menggunakan BUMN PT Pindad (Persero). Dan sekretaris perusahaan mereka juga sudah menjelaskan bahwa mereka siap untuk memproduksi ventilator itu," papar dia.
Atas dasar itu, sambung dia, penting rasanya untuk ditelusuri dan dijajaki secara serius oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Saleh berharap, ada kunjungan dari Kemenkes ke PT Pindad (Persero) untuk melakukan survei dan mendapatkan penjelasan utuh, apakah ventilator yang dimaksud sesuai standar pada umumnya.
Jika ventilator dalam negeri ini memiliki standar yang sama dengan luar negeri, bagi Saleh, tidak ada masalah digunakan demi memenuhi kebutuhan masyarakat. Apalagi harga dan biaya produskinya jauh lebih murah.
"Tentu harus diuji. Karena saya dengar beberapa waktu yang lalu kan IPB katanya juga bisa buat itu, tapi ketika dicek lagi ternyata butuh penyempurnaan-penyempurnaan. Kan kalau gitu tidak bisa diproduksi juga," ungkap Saleh.
Jika perlu, jelas Saleh, Presiden Jokowi sendiri yang memantau, dan memberi dukungan kepada perusahan-perusahan dalam negeri.
Saleh lantas memberikan contoh apa yang telah dilakukan Donald Trump kepada perusahaan-perusahaan di AS. Trump sempat memanggil perusahaan-perusahaan besar AS untuk meminta mereka mencoba memproduksikan ventilator.
Saleh optimistis, sebenarnya banyak perusahaan-perusahaan dalam negeri yang bisa memproduksi ventilator ini. Hanya saja memang diperlukan supervisi yang benar dan dukungan yang optimal dari pemerintah.
"Karena itulah maka kita harus memberikan kepercayaan kepada mereka dulu, maka harus diperiksa dulu sebenarnya apa yang dimaksud dengan ventilator yang bisa mereka ciptakan. Kalau memang standar, ya dia harus didukung," kata dia.
Diketahui, ventilator produksi PT DI (Persero) dan PT Pindad telah dikonfirmasi lulus uji produk dari Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Kementerian Kesehatan RI.
Ventilator portabel yang diberi nama Vent-I (Ventilator Indonesia) itu merupakan kerja sama PT DI dengan Institut Teknologi Bandung (ITB), dan setelah lulus uji produk dan klinis mampu diproduksi sebanyak 500 unit per minggu. Ventilator jenis ini ditujukan bagi pasien yang sakit, tetapi masih mampu bernapas sendiri.
Sementara ventilator produksi PT Pindad yang mampu diproduksi sebanyak 40 unit per hari akan digunakan bagi pasien yang kesulitan bernapas.
Direktur Operasional PT DI M. Ridlo Akbar menjelaskan, PT DI tengah fokus menyiapkan fasilitas lini produksinya kemudian melakukan reverse engineering untuk komponen yang tidak tersedia di dalam negeri.
Dengan begitu, diharapkan ketika izin produksi ventilator ini terbit untuk proses industrialnya, maka PT DI akan langsung mengejar target produksi 500 unit per minggu.
"Kalau dari schedule awal itu targetnya di minggu pertama Mei, karena sekarang kita masuk uji klinis setelah itu kita mulai produksinya," kata Ridlo.
Pihaknya menargetkan ventilator produksi PT DI ini akan difokuskan untuk pemenuhan kebutuhan di wilayah Bandung pada tahap awal. Berikutnya ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan Jabar, Indonesia, bahkan luar negeri atau ekspor.
Direktur Utama PT Pindad Abraham Mose mengatakan pihaknya sanggup memproduksi ventilator sebanyak 40 unit per hari. Prototipe ventilator untuk pasien yang sudah sulit bernapas ini telah sukses diuji coba di RSU Pindad dan kini tinggal menunggu sertifikat dari BPFK.
Saat ini, PT Pindad juga sedang menyiapkan lebih banyak material ventilator untuk mengantisipasi pembelian dari Kementerian Pertahanan Republik Indonesia sebanyak 1.000 unit.