close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Presiden Joko Widodo menyampaikan keterangan terkait revisi UU KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9). /Antara Foto
icon caption
Presiden Joko Widodo menyampaikan keterangan terkait revisi UU KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9). /Antara Foto
Politik
Senin, 16 September 2019 21:25

'Jokowi-Pinokio': Sentilan artistik yang kelewat vulgar

Tempo mencetak wajah Presiden Joko Widodo dengan bayang-bayang kepala berhidung panjang seperti Pinokio.
swipe

Majalah Tempo kembali 'bikin ulah'. Di sampul halaman depan edisi 16-22 September, Tempo mencetak wajah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan bayang-bayang figur kepala berhidung panjang. Karena ulahnya itu, Tempo dilaporkan Jokowi Mania ke Dewan Pers. 

Melengkapi desain halaman depan edisi terbarunya, Tempo menurunkan judul 'Janji Tinggal Janji'. Tak butuh lama, desain sampul halaman depan Tempo segera diasosiasikan dengan Pinokio, tokoh rekaan yang suka berbohong karya pengarang Italia Carlo Collodi. 

Ketua Umum Jokowi Mania Imannuel Ebenezer, mengatakan narasi yang diciptakan Tempo mengindikasikan seakan-akan Jokowi tidak berpihak terhadap upaya pemberantasan korupsi. 

"Dan gambar Pinokio itu penghinaan terhadap simbol negara," kata Imannuel kepada wartawan di Gedung Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (16/9). 

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto turut angkat suara. Menurut dia, sampul depan majalah Tempo merupakan upaya mendiskreditkan Presiden. 

"Kurang etis menampilkan karikatur bergambar Jokowi dan Pinokio. Dari aspek etika, tidak memenuhi ketentuan sopan-santun," ujar Hasto dalam siaran pers yang diterima Alinea.id.

Jokowi memang baru saja mengirimkan surat presiden (surpres) yang isinya mengizinkan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Padahal, rencana revisi UU tersebut ramai-ramai ditolak publik. 

Karena itu, tak aneh jika sampul depan majalah Tempo langsung dimaknai Jokowi tengah mengingkari janji-janji penguatan upaya-upaya pemberantasan korupsi yang kerap ia gaungkan sejak masa kampanye Pilpres 2014. 

"Saya kira kita menghargai kebebasan pers, ya. Tetapi, (kebebasan pers) juga (harus) bertangung jawab. Tentu kita serahkan (putusannya) ke Dewan Pers," ujar politikus PDI-P Andreas Pareira kepada Alinea.id di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. 

 

Pakar komunikasi politik dari Universitas Brawijaya Anang Sudjoko menilai desain sampul halaman depan majalah Tempo terkesan mengagetkan. Pasalnya, Jokowi kerap dipersepsikan sebagai 'media darling'. 

"Beberapa media terlihat cenderung kompromi terhadap kekuasaan. Ada kecenderungan itu dalam Pemilu 2019 kemarin. Ketika, saat ini, Tempo mengeluarkan (sampul seperti itu), sebetulnya (Tempo) menjalankan peran media yang sebenarnya. Banyak yang merasa kaget atau tercengang," kata Anang kepada Alinea.id, Senin (16/9).

Menurut Anang, Tempo sedang menjalankan fungsinya sebagai pilar keempat demokrasi, yakni mengawasi kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap melenceng. Namun, ia mengakui, kritik Tempo terlalu vulgar dan tak mengindahkan budaya ketimuran. 

"Komunikasi politik yang sifatnya satir itu seyogianya harus tetap dibangun dalam tradisi ketimuran kita yang tetap dibungkus dalam sindiran-sindiran halus. Tapi, bagi saya, ini sudah sesuai jalur Tempo sebagai media. Nah, sekarang Tempo juga harus menerima jika ada yang keberatan," ujar dia. 

Lebih jauh, ia juga meminta elite-elite politik tidak berlebihan dalam merespons kritik Tempo. "Harusnya partai atau elite politik itu secara gentle mengajukan hak jawab kepada Tempo. Itu sudah diatur dalam UU Pers," kata dia. 

Kritik artistik 

Dari sisi artistik, kartunis senior Jitet Koestanta, menganggap sampul Tempo merupakan kritikan yang 'rupawan'. Namun demikian, diakui dia, simbolisasi tokoh boneka kayu Pinokio terhadap Jokowi problematis. Pasalnya, Pinokio terkenal sebagai karakter pembohong. 

Jika merujuk pada karakter tersebut, lanjut dia, bisa saja gambar Jokowi dalam majalah Tempo diartikan sebagai Presiden yang dibayang-bayangi dengan kebohongan.

"Nah, kalau memang seperti itu, harus sesuai fakta juga. Sebagai kartunis atau pun karikaturis, media kita harus membuat gambar sesuai fakta dan data juga. Tidak sembarangan," kata Jitet.

Karena itu, Jitet mafhum jika ada pihak-pihak yang merasa tersinggung. Pasalnya, Jokowi kerap dibingkai media sebagai sosok sederhana dan jujur. 

"Tapi, ya, biasa sajalah nyikapinnya. Kalau memang tidak seperti itu, kan bisa dibuktikan nanti setelah pelantikan. Banyak bohongnya atau jujur memang. Biasa saja," ujar dia.

Pengamat politik Asia Tenggara Aaron Connelly mengaitkan kritik Tempo dengan rencana DPR mengesahkan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Jika disahkan, menurut dia, Tempo tak akan lagi sebebas itu mengkritik pemerintah. 

"Berdasarkan pasal 218-220 dari RUU KUHP yang dijadwalkan akan disahkan pada sidang paripurna DPR berikutnya, sampul majalah seperti ini dapat dihukum dengan tiga setengah tahun penjara," kicaunya di Twitter. 
 

img
Fadli Mubarok
Reporter
img
Marselinus Gual
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan