Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Taufiequrachman Ruki, mengatakan Presiden joko Widodo atau Jokowi tak bisa dimakzulkan hanya karena menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk membatalkan Undang-Undang KPK yang telah disahkan DPR.
Pernyataan tersebut disampaikan Ruki untuk menyanggah Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, yang menyebut Presiden Jokowi bisa di-impeached atau dimakzulkan jika benar-benar menerbitkan Perppu KPK.
Menurut Ruki, penerbitan Perppu KPK merupakan kewenangan dan hak prerogatif Presiden Jokowi. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang. Karena itu, Presiden Jokowi tak perlu khawatir dengan ancaman akan dimakzulkan.
“Jadi ketika Saudara Surya Paloh mengatakan presiden bisa di-impeached (dimakzulkan), ini saya bilang mau impeached pakai apa. Presiden itu baru bisa di-impeached apabila melakukan perbuatan pidana,” kata Ruki dalam konferensi pers di Galeri Cemara 6, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (4/10).
Senada dengan Ruki, Ahli Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, menilai kewenangan Presiden Jokowi untuk menerbitkan Perppu telah diatir dalam konstitusi. Dia menilai keliru jika terdapat pihak yang menganggap penerbitan Perppu oleh presiden adalah tindakan inkonstitusional.
“Kami ingin menanggapi belakangan ini yang saya kira cukup menyesatkan, karena perppu dianggap ada yang mengatakan langkah inkonstitusonal. Itu sangat keliru. Perppu itu konstitusional,” ucap Bivitri.
Lebih lanjut, Bivitri menjelaskan, penerbitan Perppu bukan suatu hal yang baru bagi presiden. Sebelumnya, penerbitan Perppu itu sudah dilakukan oleh era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Zaman SBY ada 20 Perppu. Zaman Jokowi juga pernah, soal kebiri kimia. Zaman Habibie juga tiga kali dikeluarkan. Jadi, itu biasa. Jika presiden menimbang perlu, maka memang boleh dikeluarkan nantinya akan dinilai DPR,” kata Bivitri.
Bivitri pun menyesalkan adanya pihak yang menganggap penerbitan Perppu adalah tindakan inkonstitusional. Apalagi yang menyatakan penerbitan Perppu dapat mengarah kepada pemakzulan presiden.
Menurut Bivitri, tidak mudah untuk memakzulkan seorang kepala pemerintahan. Dia menilai, pemakzulan dapat dilakukan jika presiden melakukan tindak pidana sesuai Pasal 7A UUD 1945 dan melalui proses sidang di Mahkamah Konstitusi.
“Jika ada anggapan presiden menerbitkan perppu dan berimbas pada pemakzulan, itu tidak tepat,” ujar Bivitri.