Anggota Presidium KAHMI Muhammad Fauzi, mengecam keras pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang menyamakan suara azan dengan gonggongan anjing. Fauzi mendesak, Yaqut meminta maaf kepada umat Islam.
"Saya mengecam kebijakan dan pernyataan Gus Yaqut itu. Di saat bangsa ini sedang menghadapi ujian Covid-19, seharusnya ada yang lebih penting untuk dilakukan oleh Kemenag," ujar Fauzi dalam keterangannya, Jumat (25/2).
Menurut Fauzi, selama ini tidak ada kelompok nonmuslim yang mempermasalahkan volume toa masjid sebagai gangguan. Dengan demikian, tidak ada dasarnya Menteri Agama mengeluarkan aturan itu.
"Terkadang lonceng di gereja juga suka berbunyi atau ada wewangian dari tempat ibadah lain. Umat Islam juga tidak pernah protes soal itu karena sudah saling teloransi dan memang sudah terbentuk demikian," ucap Fauzi.
Oleh karena itu, Fauzi mendesak Yaqut meminta maaf secara terbuka kepada umat Islam. Menurutnya, Yaqut sebaiknya konsentrasi kepada tugas pokok dan fungsi utama sebagai pemimpin di Kementerian Agama. Banyak hal lain, menurutnya, lebih penting untuk menjadi fokus perhatian Menag Yaqut.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto meminta Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengklarikasi pernyataan yang dinilai menyamakan suara azan dengan gonggongan anjing. Menurutnya, klarifikasi perlu dilakukan menimbulkan kegaduhan yang lebih besar.
"Sebaiknya Menag segera meralat ucapannya itu agar tidak menimbulkan kegaduhan dan tafsir-tafsir di masyarakat tidak makin liar," kata kepada wartawan di, Jakarta, Jumat (25/2).
Yandri mengatakan, kegaduhan yang ada saat ini akan mereda selama Yaqut meralat pernyataanya kepada publik.
"Menurut saya sebaiknya diakhiri kegaduhannya sebanyak Pak Menteri itu menjelaskan duduk persoalan dan meluruskan sejelas-jelasnya," ujar Yandri.
Adapun Kemenag telah mengklarifikasi pernyataan Yaqut tersebut. Kemenag menyebut, Yaqut sama sekali tidak membandingkan suara azan dengan gonggongan anjing. Pemberitaan yang mengatakan Yaqut membandingkan dua hal tersebut adalah sangat tidak tepat.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Thobib Al Asyhar mengatakan, Yaqut menjelaskan, toleransi dalam kehidupan bermasyarakat dapat ditunjukkan dengan menjaga kebisingan pengeras suara. Sesuai Surat Edaran (SE) Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Menurut Thobib, Yaqut bukan mengutarakan kedua hal tersebut sebagai analogi perbandingan. Namun, sebagai contoh untuk menjelaskan suara yang terlalu keras apalagi muncul secara bersamaan, justru bisa menimbulkan kebisingan dan dapat mengganggu masyarakat sekitar.
Thobib menyampaikan, Yaqut tidak melarang masjid hingga musala menggunakan pengeras suara saat azan. Sebab, itu memang bagian dari syiar agama Islam.
Edaran yang Menag terbitkan, lanjut Thobib, hanya mengatur terkait volume suara agar maksimal 100 dB (desibel). Selain itu juga mengatur tentang waktu penggunaan disesuaikan di setiap waktu sebelum azan.