Partai Buruh bakal menggelar rapat kerja nasional (Rakernas) pada 15-17 Januari 2023 di Hotel Ciputra, Grogol, Jakarta Barat. Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, sejumlah isu bakal dibahas dalam rakernas tersebut, salah satunya soal kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Indonesia.
"Partai Buruh akan merekomendasikan pada pemerintah untuk mengusut tuntas para pelanggar HAM," kata Said dalam konferensi pers daring yang disiarkan di saluran YouTube Bicaralah Buruh, Jumat (13/1).
Said menyinggung soal pengakuan dan penyesalan yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas 12 peristiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu yang terjadi di Tanah Air. Presiden Jokowi juga menegaskan kesungguhan pemerintah untuk menjamin ketidakberulangan kasus pelanggaran HAM berat dan memastikan pemulihan korban.
"Bagi Partai Buruh, tidak boleh berhenti di situ saja. Harus dibentuk atau harus diusut tuntas hasil tim pencari fakta yang telah dibentuk oleh pemerintahan sebelumnya. Partai Buruh concern di dua kasus, yaitu kasus Marsinah dan kasus Munir," ujar Said.
Kendati demikian, kedua kasus pelanggaran HAM berat yang menjadi perhatian utama Partai Buruh sejatinya tidak termasuk dalam 12 peristiwa yang disampaikan Presiden Jokowi.
Namun Said menegaskan, kasus Marsinah dan Munir akan menjadi sorotan utama dari Partai Buruh soal upaya penuntasan pelanggaran HAM berat. Menurut dia, harus diusut tuntas siapa pelaku dan aktor utama di balik kedua peristiwa itu.
Partai Buruh akan mendukung penuh langkah pemerintah dalam mengupayakan penuntasan kasus pelanggaran HAM sebagaimana rekomendasi Komnas HAM atau tim pencari fakta dari peristiwa yang terjadi.
"Kami dari Partai Buruh dan organisasi serikat buruh, serikat petani dan organisasi lainnya, mendukung penuh langkah-langkah Presiden Jokowi terkait dengan pengusutan kasus-kasus pelanggaran HAM yang sudah direkomendasikan oleh Komnas HAM, dan juga pernah dibentuk tim pencari fakta dan sudah ada rekomendasi kepada pemerintah, wabilkhusus kasus Marsinah dan Munir," tutur dia.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menegaskan kesungguhan pemerintah agar pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang berat di Indonesia tidak kembali berulang. Ia telah membaca laporan hasil pemeriksaan dan penyelidikan ulang terkait kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu yang dilakukan tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM).
Jokowi mengakui adanya pelanggaran HAM berat dan sangat menyesalkan 12 peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu. Jokowi juga menyampaikan rasa simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban.
12 peristiwa dimaksud yakni Tragedi 1965-1966; Penembakan Misterius 1982-1985; peristiwa Talangsari, Lampung 1989; peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh 1989; dan oeristiwa penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998.
Kemudian juga peristiwa kerusuhan Mei 1998; peristiwa Trisakti dan Semanggi 1 dan 2, 1998 dan 1999; peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999; peristiwa Simpang KKA di Aceh tahun 1999; peristiwa Wasior di Papua 2001-2002; peristiwa Wamena, Papua di 2003; serta peristiwa Jambo Keupok di Aceh tahun 2003.
“Saya dan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial,” kata Jokowi di Istana Merdeka, Rabu (11/1).