close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi swing voters. Alinea.id/Firgie Saputra
icon caption
Ilustrasi swing voters. Alinea.id/Firgie Saputra
Politik
Jumat, 06 Oktober 2023 19:23

Antara Ganjar, Prabowo, dan Anies: Ke mana bandul swing voters mengarah? 

Jumlah swing voters tergolong besar, yakni di kisaran 30-40%. Suara mereka bisa menentukan hasil akhir Pilpres 2024.
swipe

Perpolitikan di tingkat pilpres jadi topik perbincangan antara Alfiansyah (22) dan Nurullah (23) di sebuah warung kopi di bilangan Kalideres, Jakarta Barat, Senin (2/10) malam itu. 

Keduanya kebetulan baru saja mendapat tawaran jadi anggota tim kampanye pilpres di tingkat kelurahan dari parpol penghuni Senayan. Salah satunya ialah parpol pendukung bacapres Anies Baswedan, lainnya pengusung Ganjar Pranowo. 

"Ganjar lawan sengit (Ketum Gerindra) Prabowo (Subianto), tapi dua- duanya orang (Presiden) Jokowi. Tapi, kalau pilih Anies juga ngapain? Anak buah (Ketua Umum Partai NasDem) Surya Paloh sekarang dia," ucap Nurullah.

Alfiansyah menimpali Nurullah. Ia mengaku tidak berniat datang ke tempat pemungutan suara (TPS) pada 14 Februari 2024. Dari ketiga kandidat calon presiden, ia menilai belum ada yang menawarkan program yang menjawab keresahannya. 

"Soal pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak dari perusahaan yang marak belakangan terakhir. Sekarang itu, kerja lebih gampang di-PHK," kata Alfiansyah.

Kepada Alinea.id, Alfiansyah mengaku bakal mendukung kandidat yang berani menjamin terbukanya lapangan pekerjaan dan menyusun program-program yang berpihak kepada pekerja. "Dua bulan lalu saya baru kerja di start-up. Tapi, abis itu diputus kontrak (sepihak)," ucap dia. 

Shella, 25 tahun, juga punya pendapat serupa. Ia masih gamang memilih di antara Prabowo dan Anies. Ia merasa kedua capres itu belum membahas ketimpangan lapangan kerja di daerah.

"Saya tinggal di Kabupaten Cianjur, susah sekali nyari pekerjaan dan upah minimun di sini juga kecil sekali ketimbang Jakarta," kata Shella kepada Alinea.id, belum lama ini. 

Dalam ranah ilmu survei, Shella dan Alfiansyah bisa dikategorikan sebagai swing voters. Itu istilah bagi kalangan pemilih yang hingga kini belum mantap memilih salah satu kandidat atau parpol di pentas pemilu. 

Survei terbaru yang dirilis Indikator Politik Indonesia awal Oktober ini menemukan masih ada sekitar 30,5% pemilih yang tergolong swing voters. Sebanyak 24,6% menyatakan sangat mungkin mengubah capres pilihannya. 

Sigi Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang dirilis pada Juni 2023 juga menemukan hal serupa. SMRC mendapati ada sekitar 33% responden yang menyatakan masih gamang menentukan pilihan kandidat di Pilpres 2024. 

Peneliti SMRC Saidiman Ahmad mengatakan kebanyakan pemilih gamang berasal dari kalangan milenial dan gen Z. Mereka belum mantap menetapkan pilihan karena belum yakin dengan program-program yang ditawarkan para kandidat.

"Programnya masuk akal apa atau tidak? Tawaran yang diberikan untuk ke depan seperti apa? Biasanya kan itu baru muncul dalam debat dalam kampanye di media dan seterusnya," ucap Saidiman kepada Alinea.id, Senin (2/10).
 
Dalam sigi SMRC, menurut Saidiman, Ganjar jadi kandidat yang paling banyak punya pemilih loyal (strong voters) atau sekitar 73%. Anies berada di posisi kedua dengan dukungan 61% strong voters dan Prabowo didukung 55% strong voters

Menurut Saidiman, pemilih loyal Prabowo berasal dari pemilih Gerindra, yakni sebanyak 17% dari total 30% persen elektabilitas Prabowo. Ganjar pun serupa. Mayoritas pemilih loyal eks Gubernur Jateng itu berasal dari PDI-P. 

"Artinya, swing voters itu ada di Prabowo. Sehingga, sebenarnya ada banyak pendatang baru di pemilih Prabowo. Mereka potensial pindah. Sementara Ganjar kenapa lebih terlihat lebih kuat karena basis pemilih utamanya adalah pemilih loyal PDI-P," ucap Saidiman.

Tipisnya perbedaan elektabilitas antara dua kandidat teratas, menurut Saidiman, menyebabkan swing voters menjadi penting untuk digarap oleh parpol pendukung capres dan timses pada pilpres kali ini. Tawaran program yang ciamik serta pasangan cawapres bakal turut jadi faktor penentu. 

"Selain itu, kualitas personal masing-masing calon itu bakal semakin terlihat nanti. Itu mungkin yang bisa menggerakkan pemilih yang sekarang masih tidak loyal atau masih belum menentukan pilihan," ucap Saidiman.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo berfoto bersama mahasiswa IAIN Surakarta. /Foto dok. Pemprov Jateng

Strategi parpol 

Politikus PDI-P Deddy Yevry Sitorus optimistis Ganjar bisa memenangi persaingan sengit merebut suara swing voters. Ia mengklaim elektabilitas Ganjar terus naik usai rutin mempromosikan program-program yang bakal dijalankan jika menjadi presiden kelak. 

"Survei itu masih sangat dinamis dan yang terlihat adalah tren kenaikan elektabilitas Ganjar, sementara yang lain cenderung stagnan atau turun. Jadi, kita tunggu saja sebab dinamika akan terus terjadi," kata Deddy kepada Alinea.id, Senin (2/10).

Perhatian utama PDI-P, kata Deddy, saat ini ialah terkait isu hubungan yang tidak harmonis antara Presiden Jokowi dan Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Ia menyebut ada upaya framing sistematis dari luar PDI-P yang berusaha menciptakan opini hubungan antara Jokowi dan Megawati sedang renggang. 

"Momen di Rakernas (IV) PDI-P kemarin seharusnya sudah cukup untuk memperlihatkan bagaimana kedekatan Pak Jokowi dengan partai, Bu Mega dan Mas Ganjar," ucap Deddy. 

Dalam Rakernas ke-IV PDI-P di Jakarta Convention Center (JCC), Kemayoran, Jakarta Pusat, belum lama ini, Jokowi dan Ganjar sempat terekam menggandeng tangan Megawati saat menuruni podium. Jokowi juga sempat berpesan agar Ganjar segera menggarap instruksi Megawati terkait pangan jika terpilih sebagai presiden. 

PDI-P, lanjut Deddy, saat ini tengah berupaya sebisa mungkin mereduksi isu keretakan hubungan Jokowi dan Megawati. Ia khawatir loyalis Jokowi pindah ke kandidat lain jika isu keretakan antar elite PDI-P itu tak bisa dikendalikan. 

"Masing-masing punya tugas yang harus dikerjakan. Pak Jokowi mengurus negara, Bu Mega mengurus partai. Kalau sering-sering ketemu, kapan kerjanya? Kami tidak akan membebani presiden dan kami percaya rakyat juga cukup cerdas untuk tidak mudah ditipu oleh upaya framing dan pembentukan opini yang dilakukan pihak lain," ucap Deddy.

Upaya menarik simpati kalangan swing voters juga tengah dikerjakan kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar atau yang kini dikenal dengan sebutan pasangan AMIN. Partai-partai dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan sudah punya strategi untuk itu.

"Swing voters itu efek dari belum kuatnya kaki parpol-parpol di Indonesia," ujar Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera saat dihubungi Alinea.id, Rabu (3/10).

Menurut Mardani, mayoritas swing voters saat ini berasal kalangan milenial dan generasi Z. Berbasis big data, ia menyebut Koalisi Perubahan tengah memetakan hal-hal yang menjadi minat dan perhatian para swing voters

"Menjaring swing voters itu tidak bisa hard campaign. Mesti soft (halus) dan memancing minat mereka. Beda dengan baby boomers dan gen X biasanya antusias pada berita politik dan sudah punya pilihan," jelas Mardani. 

Koalisi Perubahan, kata Mardani, sudah punya rencana untuk menggelar sejumlah kegiatan hiburan yang dipadukan dengan penjaringan aspirasi publik. Harapannya, kalangan swing voters tergerak untuk mendukung pasangan Amin. 

"Salah satu yang kami buat memang masuk via cara-cara yang milenial dan gen Z. Misalnya, kita gelar stand up commedy, roasting (gojlokan) dan diskusi mendalam tentang topik korupsi, lingkungan hidup, dan lapangan kerja," ucap Mardani. 

Alinea.id sudah berupaya menghubungi Wakil Ketua Umum Gerindra Habiburokhman untuk menanyakan strategi kubu Prabowo dalam menjaring swing voters. Namun, Habiburokhman tidak merespons permintaan wawancara dari Alinea.id. 

Bacapres Anies Baswedan memberikan sambutan dalam kegiatan Apel Siaga PKS #MenangBersamaRakyat di Stadion Madya, Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Minggu (26/02/2023). Foto dok. PKS

Jadi penentu

Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Zaki Mubarak menyebut parpol-parpol wajib menggarap ceruk swing voters. Dengan jumlah populasi sekitar 30-40%, suara swing voters bisa menentukan hasil akhir Pilpres 2024. 

Bandul swing voters, lanjut Zaki, sangat mungkin dipengaruhi dinamika politik ke depan. Ia mencontohkan swing voters dari kalangan loyalis Jokowi yang potensial mendukung Ganjar atau Prabowo seiring dengan keputusan politik Jokowi. 

"Bagi swing voters yang pendukung die hard Jokowi, mungkin dia ke Prabowo jika yang nantinya pasangan muncul Prabowo-Gibran. Sebaliknya, mereka yang prodemokrasi akan berlabuh ke calon lain. Sebab, tampilnya nama Gibran identik dengan nepotisme dan dinasti politik," ucap Zaki kepada Alinea.id

Menurut Zaki, bursa cawapres juga bisa mempengaruhi arah bandul swing voters. Ia mencontohkan melemahnya dukungan dari kalangan Nahdliyin jika Ganjar berpasangan dengan Sandiaga Uno. Sebaliknya, pemilih Nahdliyyin bakal menguat bila Ganjar memilih Mahfud MD atau Khofifah sebagai pendamping.

"Jadi, swing voters lagi memantau pergerakan Prabowo dan Ganjar. Yang sudah fix saat ini baru Anies-Muhaimin. Keduanya sudah bisa menari-nari dengan roadshow ke banyak daerah. Jika pasangan Prabowo dan Ganjar minus cawapres NU, Anies-Muhaimin akan mendapatkan banyak berkah limpahan suara," ucap Zaki.

Swing voters yang berlatar belakang kalangan prodemokrasi, menurut Zaki, juga sedang mengkalkulasi pilihan. Ia menyebut pemilih yang loyal mendukung Jokowi pada 2014 dan 2019 mulai tidak sejalan dengan Jokowi seiring menyeruaknya wacana dinasti politik yang sedang dibangun Presiden Jokowi.

"Sinyal membangun dinasti politik makin kuat dengan diangkatnya Kaesang jadi Ketum PSI. Mobilisasi pro-Jokowi mendukung Gibran sebagai cawapres Prabowo juga mulai masif. Banyak yang lupa bahwa jumlah besar yang puas atas kebijakan Presiden Jokowi tidak dengan sendirinya mau mendukung politik nepotisme dan dinasti," ujar Zaki.

Direktur Riset Indonesia Presidential Studies (IPS) Arman Salam berpandangan besarnya swing voters tidak melulu berkaitan dengan urusan rasional pemilih atau program kandidat. Ada pula pemilih yang masuk dalam kategori swing voters karena persoalan teknis dan urusan-urusan di luar politik. 

"Sebaran swing voters normal tidak terkonsentrasi pada segmen atau indikasi pemilih tertentu. Dalam banyak kasus di pilkada, swing voters tinggi karena tiga hal masalah administratif terdaftar atau tidak, masalah ekonomis karena harus bekerja mencari nafkah dan lain lain serta masalah politis," ujar Arman kepada Alinea.id

Lebih jauh, Arman berpendapat pemilih rasional yang menjadi basis dominan kelompok swing voters biasanya tak akan terbuai oleh janji-janji manis. Mereka lebih ingin diyakinkan melalui rekam jejak capres serta program-program yang realistis dan terukur. 

"Setidaknya para calon harus lebih masif menyajikan track record (rekam jejak) positif dari kerja-kerjanya yang terekspose seluas mungkin dan kapitalisasi sebagai bentuk instrumen pemenangan calon," ucap Arman.

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan