Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat Syarief Hasan menilai kenaikan harga kedelai merupakan masalah klasik namun tidak sulit diselesaikan pemerintah secepatnya. Lonjakan tajam harga bahan baku tahu dan tempe tersebut, dari Rp7.200 menjadi Rp9.200 per kg, perlu intervensi pasar.
Penyebab utama masalah klasik ini, lanjut Syarief, karena belum tercapainya swasembada pangan, selain soal supply dan demand kedelai yang masih tergantung pada impor. Gegernya persoalan ini, lanjut dia, juga lantaran tahu dan tempe banyak di konsumsi karena harganya murah dan bergizi tinggi.
"Harus diintervensi oleh pemerintah, sehingga para pengrajin tahu tempe UMKM dapat tetap berproduksi dengan harga yang stabil untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang menjadi konsumen tahu tempe," ujar Wakil Ketua MPR RI ini dalam keterangannya, Rabu (6/1).
Menurutnya, pemerintah harus membuka keran impor kedelai dan diberikan kepada koperasi, asosiasi tempe dan tahu.
"Bukan hanya kepada pedagang-pedagang besar yang menguasai pasar," ungkapnya.
Di sisi lain, jelas dia, Kementerian Pertanian harusnya kembali menggiatkan program swasembada untuk mengurangi ketergantungan pada impor.
"Apabila kita swasembada pangan, maka kita bisa mengurangi ketergantungan terhadap impor yang menjadi salah satu penyebab naik turunnya harga pangan, seperti kedelai," bebernya.
Selain itu, lanjut dia, pemerintah harus membuat pemetaan lahan pembibitan dan penanaman kedelai sesuai jumlah kebutuhan pasar hingga aspek-aspek teknis lainnya.
"Sehingga persoalan kedelai yang menjadi bahan baku utama tahu tempe tidak muncul kembali dan tidak meresahkan masyarakat dan para pelaku usaha UMKM," pungkasnya.
Diketahui, sejak awal 2021 harga kedelai melambung tinggi. Alhasil, tempe dan tahu menghilang dari pasaran karena mogoknya para produsen untuk melakukan produksi beberapa hari belakangan ini.
The Food and Agriculture Organization (FAO) menilai, salah satu faktor utama penyebab kenaikan harga kedelai dunia adalah lonjakan permintaan kedelai dari China kepada Amerika Serikat selaku eksportir kedelai terbesar dunia.
Pada Desember 2020 permintaan kedelai China naik dua kali lipat, yaitu dari 15 juta ton menjadi 30 juta ton. Berdasarkan data FAO, harga rata-rata kedelai pada Desember 2020 tercatat sebesar US$ 461 per ton atau naik 6% dibanding bulan sebelumnya yang tercatat US$ 435 per ton.