Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto resmi mengundurkan diri dari jabatannya, Sabtu (11/8). Keputusan mundur itu ia sampaikan dalam sebuah video pernyataan kepada seluruh kader Partai Golkar.
Airlangga berdalih pengunduran dirinya untuk menjaga stabilitas transisi pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran).
"Golkar nantinya akan menyiapkan mekanisme organisasi sesuai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) yang berlaku untuk menemukan pengganti ketum baru," kata Airlangga.
Mundurnya Airlangga terkesan tiba-tiba. Pasalnya, Airlangga sedang menyiapkan pencalonannya kembali sebagai Ketum Golkar. Airlangga telah menjalankan lobi-lobi ke DPD Golkar di daerah untuk memilihnya di Musyawarah Nasional (Munas) Golkar yang bakal dihelat Desember 2024.
Airlangga juga tergolong sukses mendongkrak raihan suara Golkar di Pileg 2024. Golkar meraup 23.208.654 suara atau 15,28% dari total suara nasional. Pada Pileg 2019, Golkar mengoleksi 17.229.789 atau 12,31% dari total suara nasional.
Guru besar ilmu politik dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Darmawan menilai Airlangga mundur karena kerasnya tekanan dari internal dan eksternal. Di internal, kursi Ketum Golkar selama ini diisukan dibidik Agus Gumiwang, Bahlil Lahadalia dan Bambang Soesatyo.
"Sejak lama, ada nama Gibran (diisukan bakal diusung) sebagai Ketua Umum Golkar dan Pak Jokowi sebagai Ketua Dewan Pembina. Ini kencang sekali dinamikanya di Golkar," ucap Cecep kepada Alinea.id.
Cecep menduga Airlangga dipaksa mengundurkan diri karena tersandera kasus hukum. Saat ini, Kejaksaan Agung tengah menyelidiki kasus dugaan korupsi dan pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunan tahun 2021. Airlangga diduga terlibat dalam kasus itu.
Dengan kemunduran Airlangga, Cecep menerka Golkar bakal menggelar munaslub untuk memilih ketum baru. "Dinamika ini cepat sekali, manuver internal dan dan pihak luar yang ingin masuk begitu terlihat," ucap Cecep.
Jokowi selama ini disebut-sebut tertarik mendudukki kursi Ketum Golkar. Namun, langkah itu bakal sulit dilakukan jika via Munas Golkar yang digelar Desember. Pasalnya, Jokowi sudah tak lagi menjabat sebagai presiden.
"Ya, setelah ini langkah pihak yang ingin mengambil-alih Golkar adalah munaslub," kata Cecep.
Anggota Dewan Pakar Partai Golkar, Ridwan Hisjam, menyebut manuver Airlangga yang menggalang dukungan sebelum masa pendaftaran calon Ketum Golkar dibuka telah membuat internal parpol memanas. Ia menyebut ada tiga kubu di internal Golkar yang mendesak agar munaslub digelar.
"Walaupun sebenarnya itu munaslub itu sudah kedaluwarsa. Kalau mau Munaslub itu, pada 2023 semestinya, yaitu di saat Airlangga tidak konsisten menjalankan amanah sebagai calon presiden. Sebab, dia tidak jadi calon presiden," ucap Ridwan kepada Alinea.id di Jakarta (9/8).
Ridwan mengatakan tidak elok jika Airlangga menggalang dukungan ke DPD dan sayap partai saat ia masih menjadi ketua umum. Menurut dia, seluruh ketua DPD hampir pasti menuruti permintaan Airlangga karena khawatir dicopot dari jabatan.
"Jadi, semestinya menunggu rapim (rapat pimpinan) memutuskan kapan jadwal pendaftaran dan pencalonan. Kalau begini, wajar saja DPD nurut karena takut dipecat pasti," ucap Ridwan.