Kemenangan ideologis PDI Perjuangan dan jalan kemenangan Jokowi
Berdasarkan hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei, PDI Perjuangan hanya berhasil memenangkan Pilkada di 6 Provinsi dari total 17 Provinsi. Meski demikian, PDI Perjuangan masih tetap bangga karena meraih kemenangan kecil, mereka telah mendorong sebagian besar kader ke kontestasi politik tersebut.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto mengatakan, partainya berhasil melawan pragmatisme partai yang tidak jelas asal usul ideologi dan komitmennya.
"Kalau sekadar menang kalah, tentu PDI Perjuangan akan mengusung figure yang elektabilitasnya paling tinggi, tidak harus memperhatikan apakah itu kader atau bukan, dan bagaimana komitmen ideologinya," kata Hasto, Kamis (28/6).
Sebagai partai ideologis, dia menerangkan, PDI Perjuangan sangat memperhatikan bagaimana aspek kepemimpinan ke depan, setelah kandidat yang diusung terpilih menjadi kepala daerah.
"Yang kami catat dari pilkada ini, daerah-daerah yang semula terlepas dari PDI Perjuangan, kembali ke pangkuan PDI Perjuangan dan dipimpin oleh kader-kader PDI Perjuangan," katanya.
Menurut Hasto, PDI Perjuangan menempatkan pilkada sebagai mekanisme kelembagaan yang semakin sistemik untuk mencari pemimpin. Karenanya sekolah kepala daerah menjadi syarat wajib yang harus diikuti kader yang berniat maju. "Ini sebagai tanggung jawab Partai di dalam menyiapkan pemimpin” ujarnya.
Hasto menyebutkan, dari 17 Pilkada di tingkat provinsi, PDI Perjuangan dapat memenangkan di 6 daerah, Bali, Jateng, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Sulsel. Di Bali, kemenangan Wayan Koster yang berpasangan dengan Oka Artha Ardhana Sukawati membuat Pulau Dewata untuk kali pertama dipimpin kader partai berlambang banteng tersebut.
“Untuk pertama kalinya Bali dipimpin kader partai. Dari 6 provinsi tersebut, terdapat 4 kader partai yang menjadi gubernur dan 3 kader jadi wakil gubernur” jelas Hasto.
Sementara itu, pada tingkat kabupaten/kota, dari total 154 kabupaten/kota, PDI Perjuangan berpartisipasi di 152 daerah. Dari total tersebut, PDI Perjuangan berhasil meraih kemenangan di 91 (60%) daerah dan kalah di 59 daerah.
Jika ditinjau dari kader yang terpilih di 91 daerah yang menang, terdapat 33 orang kader yang menjadi kepala daerah, sementara 38 orang lainnya menjadi wakil. Sehingga jika disimpulkan, jumlah kader partai yang terpilih semakin banyak.
Menurut Hasto, jumlah kader yang menjadi kepala dan wakil kepala daerah telah meningkat secara signifikan dari 214 pada 5 tahun sebelumnya, menjadi 345 orang.
Dengan demikian, lanjut dia, tolok ukur yang paling riil dalam pilkada ditentukan oleh jumlah kader yang berhasil menjabat sebagai kepala dan wakil kepala daerah, yang merupakan buah dari proses pendidikan politik kader.
Hasto menyebut, hasil Pilkada ini membuktikan PDI Perjuangan tetap memegang teguh komitmen politik yang berkeadaban, karena menang atau kalah dalam pilkada bukanlah kiamatnya demokrasi.
“Kami selalu ingat pesan Ibu Megawati, bahwa menang dan kalah hanya 5 tahun. Kalah kita perbaiki diri dan menang jangan korupsi, sehingga keadaban jangan dikorbankan karena demokrasi harus menjadi ukuran peradaban politik Indonesia," jelasnya.
Setelah ini, Hasto mengatakan bahwa fokus utama partainya beralih pada persiapan Pileg dan Pilpres 2019. Catatan prestasi dan kinerja para kader tersebut yang akan menjadi wajah partai dalam memenangkan Pileg dan Pilpres.
"Pilpres di depan mata, di situlah konsentrasi utama kami saat ini," tegas Hasto.
Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, sepakat dengan Hasto. Menurutnya, kemenangan yang diraih PDI Perjuangan justru lebih berarti, sebab berhasil mengusung kadernya sebagai kepala daerah.
"Hal tersebut lebih berarti, dibandingkan dengan hanya mengusung kandidat yang bukan berasal dari kadernya," katanya.
Pangi menyindir partai lain yang mengusung kandidat yang tidak berasal dari kader partai. Menurutnya, partai tersebut hanya menjadi kendaraan politik untuk memuaskan hasrat maju di panggung politik tersebut. Bahkan, kata dia, ada juga yang membayar partai agar bisa maju dalam perhelatan.
"Jadi jika diibaratkan dalam sepak bola itu pemain naturalisasi. Seperti halnya Ridwan Kamil, apakah itu kader Nasdem atau PPP?" ucapnya.
Pengaruh pada Pilpres
Hasto Kristiyanto menjelaskan pilkada lebih sekadar kepada susunan analisis, aspek figur, strategi, pergerakan parpol dan relawan. Hal tersebut saling berkaitan satu dengan lainnya dan akan menjadi daya dukung menghadapi Pileg dan Pilpres 2019.
Sehingga dari seluruh komposisi tersebut, kerjasama seluruh parpol pendukung sangat menentukan, terlebih nantinya setiap parpol akan memiliki 21.000 calon legislatif.
Kekuatan selanjutnya, struktur partai dan eksekutif yang dimiliki partai pada tingkat kabupaten/kota dan provinsi, dan tentu saja aspek strategi.
"Nah ini lah yang nanti akan menjadi basis kekuatan sehingga dengan melakukan evaluasi, kami percaya bahwa legitimasi dan daya dukung kepada pak Jokowi semakin kuat dalam menghadapi pilpres yang akan datang," jelas.
Pada tingkat kabupaten/kota, 91 dari 154 daerah yang dimenangkan di Pilkada harus segera melakukan langkah konsolidasi, sehingga bisa berdampak pada Pileg dan Pilpres mendatang.
"Karena kami percaya Pilkada serentak akan linier dengan Pileg dan Pilpres, apabila yang dimenangkan adalah kader partai," tegasnya.
Optimisme PDI Perjuangan, dirasakan PPP sebagai salah satu partai pendukung Jokowi. Ketua Umum PPP Romahurmuziy, meyakini kemenangan tipis PDI Perjuangan di Pilkada tidak akan terlalu berpengaruh, karena banyak daerah dimenangkan kandidat yang berasal dari partai pengusung Jokowi, seperti PPP, Golkar, dan Nasdem.
Hal ini, menurutnya, juga akan menguatkan keterpilihan Jokowi dan jadi modal politik kuat yang memperpanjang masa kepemimpinan Jokowi. Sebab setiap kader dan pasangan calon yang meraih kemenangan dari parpol pengusung Jokowi, memiliki tugas untuk memenangkan Jokowi di daerahnya masing-masing.
"Kami PPP yang mendapatkan kepercayaan rakyat Jawa Barat untuk menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah di Jawa Barat, ini berarti mereka memiliki tugas yang lebih untuk menukar kemenangan pak Jokowi di 2019," paparnya.
Pengamat politik Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin, mengamini bahwa partai yang memenangkan daerah-daerah strategis, akan membuka peluang bagi kemenangan calon presiden yang diusung. Saat ini, partai pengusung Jokowi menguasai kemenangan di daerah-daerah strategis.
"Terdapat 5 daerah yang strategis, 3 di Jawa dan 2 di luar Jawa. Di Jawa itu Jabar, Jateng dan Jatim semuanya strategis, dan diluar (Jawa) ada Sumatra Utara dan Sulawesi Selatan, kalau menang di daerah ini, ya semakin memudahkan untuk menang di Pilpres," paparnya.
Menurut Pangi, hasil di Pilkada akan memberi pertimbangan yang baik bagi Jokowi dan Prabowo dalam menentukan bakal calon wakil presiden (cawapres) yang akan mendampingi mereka. Terutama dari susunan partai koalisi yang akan mengusung mereka.
Menurut dia, kedua kandidat itu akan mengkalkulasi ulang dan evaluasi mesin partai mana saja yang benar-benar bergerak di Pilkada 2018.
"Namun yang harus dicatat, kemenangan pasangan calon di Pilkada 2018 banyak ditentukan oleh faktor figur calon," katanya.