Partai Aceh kian dominan di Aceh. Tak hanya menguasai DPRA Aceh, partai yang identik dengan warna merah itu sukses mengantarkan ketua umumnya, Muzakir Manaf, jadi pemenang Pilgub Aceh 2024. Sebelumnya, Muzakir ialah Wakil Gubernur Aceh periode 2012-2017.
Berpasangan dengan Fadhlullah, Muzakir mendulang 1.492.846 suara atau sekitar 53,3% dari total suara sah. Kompetitor mereka, Bustami Hamzah-Fadhil Rahmi (Bustami-Fadhil) terpaut cukup jauh dengan raupan 1.309.375 suara suara atau sekitar 46,7%.
Selain Partai Aceh, Muzakir-Fadhlulah didukung oleh Partai Nanggroe Aceh, Gerindra, Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan PDI-Perjuangan. Gabungan delapan parpol itu menguasai 64% kursi di DPRA. Sebanyak 17 kursi di antaranya disumbang Partai Aceh.
Dukungan terbesar Muzakir-Fadhlullah datang dari pemilih di Aceh Utara (83,04%) dan Aceh Barat Daya (67,99%). Kedua wilayah itu merupakan basis pemilih Partai Aceh. Pada Pemilu Legislatif (Pileg) 2024, Partai Aceh menang di Aceh Utara dan merebut 17 kursi legislatif via dapil tersebut.
Adapun wilayah yang menjadi basis suara bagi Bustami-Fadhil, semisal Kabupaten Aceh Besar, Bener Meriah, Bireuen, Pidie, Pidie Jaya, Kota Banda Aceh, Kota Langsa, dan Kota Sabang. Dukungan terbesar pemilih untuk pasangan itu dari Kota Banda Aceh (72,62%), Kota Sabang (65,88%), dan Kabupaten Bireuen (65,85%).
Sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Abdi Rahmat menilai wajar jika Partai Aceh terus mendominasi politik tingkat lokal. Partai Aceh merupakan transformasi dari Gerakan Aceh Merdeka (GAM), sebuah gerakan atau organisasi yang cukup mengakar di Aceh dan memiliki basis politik yang kuat.
"Terutama di daerah-daerah tertentu, seperti Aceh pesisir timur; dari Aceh Besar sampai Aceh Timur-Tamiang, dan di pedesaan. Mereka berbaur dengan masyarakat," kata Abdi saat dihubungi Alinea.id di Jakarta, Kamis (12/12).
Keberadaan Partai Aceh dan partai lokal lainnya tidak terlepas dari isi nota kesepahaman Helsinki pada 2005. Salah satu isi kesepakatan Helsikin ialah membolehkan pembentukan partai lokal di Aceh. Nota kesepahaman ini kemudian dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2007 tentang Partai Politik Lokal di Aceh.
Berbasis kesepakatan itu, Partai Aceh dibentuk oleh eksponen GAM, salah satunya ialah Muzakkir. Sejak 2007, Muzakir memimpin Partai Aceh dan mengantarkan kader-kadernya jadi anggota DPRA. Selama empat pemilu berturut-turut, Partai Aceh selalu mendominasi raihan kursi di DPRA.
Pada Pileg 2024, Partai Aceh berhasil meraih 20 dari 81 kursi yang diperebutkan. Jumlah kursi Partai Aceh dua kali lebih banyak dibandingkan peraih kursi terbanyak kedua, yakni Partai Nasdem. Partai besutan Surya Paloh itu hanya meraih 10 kursi.
"Ketika penerapan DOM (daerah operasi militer) di Aceh, masyarakat Aceh justru bersimpati kepada mereka (GAM), terutama karena sentimen terhadap Jawa dan sekulerisme negara era Orde Baru atau Jakarta, serta kekerasan yang banyak memakan korban masyarakat sipil," jelas Abdi.
Relasi eks pentolan GAM dengan masyarakat di akar rumput jadi salah satu kekuatan Partai Aceh. Meskipun sudah bersalin jadi parpol, elite-elite GAM masih merawat basis-basis dukungan terhadap mereka.
"Itulah tampaknya salah satu alasan Partai Aceh bisa memenangkan pemilihan gubernur, beberapa bupati, dan legislatif, bahkan sejak rekonsiliasi damai," kata Abdi.
Sekjen Asosiasi Dosen Ilmu Pemerintahan Seluruh Indonesia (ADIPSI), Darmawan Purba merinci sejumlah faktor yang bikin Partai Aceh terus mendominasi politik lokal. Pertama, kemampuan partai merepresentasikan kepentingan, nilai, dan aspirasi masyarakat di provinsi berjuluk Serambi Mekkah itu.
"Partai Aceh memiliki platform sebagai partai religius yang berlandaskan nilai-nilai Islam. Ini mampu menarik simpati pemilih yang menghendaki penerapan syariat Islam secara otentik," kata Darmawan kepada Alinea.id.
Kedua, kader-kader yang dicalonkan memiliki kualitas dan kemampuan memmpin. Ketiga, kampanye yang efektif. Keempat, struktur partai dan jaringan hingga Gampong. Kelima, sejarah dan identitas lokal mengenai Aceh. Keenam, kinerja dan reputasi partai yang baik. Ketujuh, dukungan koalisi dan aliansi politik. Terakhir, dukungan finansial yang besar.
"Strategi partai yang terbuka bekerjasama dengan partai nasional juga memperkuat posisi politik Partai Aceh di Aceh. Pada bagian ini, Partai Aceh memiliki fleksibilitas politik yang memperkuat posisinya dalam pemerintahan dan legislatif dengan bekerja sama untuk memperluas basis dukungan," kata pria yang lahir dan besar di Aceh itu.
Meski mampu mengantarkan ketua umumnya jadi gubernur, menurut Darmawan, Partai Aceh harus mewaspadai ancaman dari partai-partai nasional. Di sebagian daerah di Aceh, parpol nasional mulai menancapkan pengaruhnya.
"Partai Aceh mesti terus melakukan rekrutmen politik dan kaderisasi yang tangguh untuk menjawab tantangan aspirasi masyarakat Aceh yang sudah mulai melirik partai nasional di sebagian daerah Aceh," jelas Darmawan.