close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Presiden Joko Widodo. Foto: Setkab.go.id
icon caption
Presiden Joko Widodo. Foto: Setkab.go.id
Politik
Senin, 04 November 2019 20:19

Aktivis khawatir pemerintahan Jokowi kembali ke Orba

Sebetulnya secara tidak langsung Jokowi ingin mengatakan orientasi pemerintahannya sebetulnya mengarah kepada pembangunan fisik.
swipe

Aktivis dari Komite Pemilih Indonesia (TePI), Jeirry Sumampaw, mengkhawatirkan pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi di masa periode keduanya akan kembali ke masa pemerintahan Orde Baru atau Orba.

Kekhawatiran itu muncul karena Jeirry melihat ada suatu kemiripan dalam pemerintahan Jokowi dengan pemerintahan Soeharto itu. Terlebih, dalam menjalankan roda pemerintahannya, Jokowi lebih mengedepankan hasil.

Dengan demikian, kata Jeirry, sebetulnya secara tidak langsung Jokowi ingin mengatakan bahwa orientasi pemerintahannya sebetulnya mengarah kepada pembangunan fisik, sekali pun dia menegaskan akan fokus kepada pembangunan sumber daya manusia.

“Ini persis sama dengan Orde Baru yang berkuasa 32 tahun. Saya kira 1967 ketika Soeharto jadi presiden, dia sudah mendeklarasikan pembangunan. Saya melihat ada kemiripan. Substansinya sama dan sudah kita lihat selama lima tahun terakhir ini, memang orientasinya ke sana (pembangunan fisik) dan kelihatannya ini akan diteruskan,” kata Jeirry dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (4/11).

Dengan kembalinya ke Zaman Orba yang berorientasi pada pembangunan, Jeirry mengatakan, maka dapat dipastikan pemerintah akan mengundang banyak investor untuk masuk ke Indonesia. Hal tersebut berpotensi memberi ruang terhadap praktik korupsi.

"Alokasi anggaran fisik juga makin banyak. Dalam konteks seperti ini seringkali karena anggaran fisik terlalu banyak, lubang-lubang untuk melakukan korupsi juga akan makin terbuka," ucap dia.

Selanjutnya, Jeirry menambahkan, indikasi lain Jokowi ingin kembali ke Zaman Orba adalah soal kebebasan berekspresi yang saat ini sudah mulai terancam. Menurutnya, pengekangan terhadap kebebasan berpendapat serupa dengan yang pernah tejadi di bawah pemerintahan Soeharto.

"Di zaman Orba itu memang enggak ada kebebasan. Yang mengkritik itu dibungkam. Orang-orang yang bersuara kritis itu selalu dibungkam juga, tidak ada koran yang berani muat. Kalau ada koran yang berani memuat, korannya diberedel dan orangnya juga ditangkap," tutur dia.

Sementara saat ini walaupun zaman sudah berganti, kata dia, nyatanya pembungkaman masih kerap terjadi dengan memanfaatkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

"Orang bebas bicara, tapi besoknya bisa dipanggil. Nah sekarang tidak seperti dulu, kalau dulu langsung ditangkap, sekarang ini akan dipanggil polisi. Alasannya, untuk dimintai keterangan. Tapi kalau orang sudah satu kali dipanggil, besok dia enggak akan kritik lagi," ujar dia.

img
Akbar Ridwan
Reporter
img
Tito Dirhantoro
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan