close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat DPR RI sebelum pandemi Covid-19/Antara Foto
icon caption
Rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat DPR RI sebelum pandemi Covid-19/Antara Foto
Politik
Kamis, 11 Februari 2021 16:22

Ketika kepentingan parpol-pemerintah bertemu di RUU Pemilu

Penghentian pembahasan RUU Pemilu refleksi dari kepentingan parpol.
swipe

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, menilai batalnya pembahasan Revisi Undang-Undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) merupakan refleksi adanya kepentingan sejumlah partai politik.

Kepentingan yang dimaksud Titi bisa berupa ambang batas parlemen atau parliamentary Threshold (PT) tidak dinaikkan, dan tidak berlaku di tingkat kabupaten, kota atau provinsi, hingga besaran dapil dan alokasi tidak diperkecil.

"Itu merupakan aspirasi atau refleksi kepentingan dari partai menengah-kecil. Tetapi di saat yang sama, juga bertemu dengan kepentingan partai yang tidak mau ada perubahan terhadap ambang batas pencalonan presiden. Nah, di saat yang sama juga ada kepentingan dari pemerintah untuk tidak mengubah penjadwalan Pilkada 2024," terang Titi, dalam webinar bertajuk "Pemilu dan Masa Depan Demokrasi Indonesia?", Kamis (11/2).

Ketika kepentingan itu bertemu, kata Titi, kompromi yang timbul ialah pembahasan RUU Pemilu tidak berlanjut. Dia menilai, ada konsekuensi yang muncul akibat tidak dilanjutkan RUU Pemilu, seperti kompleksitas, dan potensi problem teknis yang akan dihadapi ketika tata kelola elektoral tidak diperbaiki. Hal itu, sambung Titi, dapat tercermin saat Pemilu 2019.

"Saya tetap berharap, pembuat UU kita menetapkan prioritas hak pilih warga negara yang berkualitas, pemilih yang bisa memilih dengan cerdas, pemilih yang kemudian tahu betul dari konsekuensi pemilihannya, tetapi di saat yang sama, penyelenggara pemilu juga bisa bekerja secara manusiawi," paparnya.

Kendati demikian, Titi berharap segala kepentingan partai dapat dirumuskan kembali untuk membangun demokrasi Indomesia. "Jadi jangan sampai idealisme dan ideologinya jadi hilang. Karena tadi, pramagtisme untuk mengamankan masing-masing kepentingan itu," tutur dia.

"Jangan sampai pintu untuk perbikan pemilu itu ditutup. Meskipun ada kepentingan-kepentingan tadi. Justru bagaimana kemudian kepentingan tadi didesain dalam sebuah demokrasi yang kuat," tandansya.

Untuk diketahui, RUU Pemilu merupakan inisiatif DPR RI dan sudah masuk dalam Prolegnas Prioritas 2021. Meski demikian, Komisi II DPR sepakat untuk tidak melanjutkan pembahasan revisi Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum atau RUU Pemilu. Kesepakatan diambil dalam rapat pimpinan kelompok fraksi (Kapoksi) Komisi II.

Sementara Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad menyebut keputusan pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum akan ditentukan pada Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2020-2021, pada 7 Maret 2021.

"Untuk kegetagasan apakah dilanjut atau tidak, pada masa sidang depan kita akan bicara lebih lanjut dalam Bamus, dalam penentuan Prolegnas Priorotas 2021. Di situ kita akan putukan bersama lanjut atau tidaknya," kata Dasco, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (10/2).

Sikap parpol atas RUU Pemilu memang terbelah. Parpol koalisi pemerintah PAN, PDI-P, Golkar, PPP, Gerindra, PKB dan NasDem merasa pembahasan RUU Pemilu belum dapat dilakukan. Sebaliknya, PKS dan Demokrat, setuju UU Pemilu direvisi.

img
Achmad Al Fiqri
Reporter
img
Fathor Rasi
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan