Kontroversi soal disinformasi dari pemengaruh atau influencer publik figur mengenai Covid-19 kembali ramai setelah musikus Erdian Aji Prihartanto atau Anji mengunggah konten wawancaranya dengan Hadi Pranoto, seseorang yang mengklaim sebagai profesor mikrobiologi dari IPB. Unggahan itu viral di linimasa.
Dalam konten tersebut, keduanya membahas mengenai antibodi Covid-19 yang diklaim sudah ditemukan sejak lama oleh Hadi dan timnya. Bukan hanya itu, Hadi mengaku cipta karya ilmiahnya tersebut sudah disebarluaskan kepada masyarakat, dan terbukti berhasil menyembuhkan banyak pasien positif Covid-19.
Menurut dosen kajian media dari Universitas Padjajaran (Unpad), Justito Adiprasetio, fenomena disinformasi ini tidak lepas dari kesalahan pemerintah dalam memposisikan influencer sejak awal pandemi sebagai pembawa pesan.
Pemerintah terkesan lebih mengedepankan posisi influencer ketimbang ahli-ahli dalam menginformasikan dampak pandemi Covid-19.
"Nah ini yang kemudian menjadi problematik karena kemudian publik mempersepsikan dan merefleksikan Covid bukan merupakan masalah yang krusial atau penting. Dan itu alasan mengapa kalau kita lihat diskusi-diskusi di sini yang ada selalu berkaitan dengan itu, ketimbang ilmiahnya," kata Justito saat dihubungi Alinea.id, Selasa (4/8).
Oleh sebab itu, kata dia, sangat wajar jika pada akhirnya banyak influencer yang berani berbicara mengenai Covid-19, dan banyak pula masyarakat yang mendengarkan segala argumentasi atau pun perspektif mereka.
Sayangnya, kata Justito, pemerintah tidak mengimbangi semakin gencarnya dikursus-diskursus yang dibuat para influencer dengan masifnya wacana ilmiah.
Padahal, jelas dia, hal itu penting agar masyarakat tidak terjebak dengan satu pandangan yang hegemoninya sangat kuat di era media sosial.
Terkait kasus Anji, Justito menduga kalau pelantun lagu "Dia" itu hanya ikut-ikutan saja. Lantaran sebelum ia berulah sudah ada beberapa publik figur atau influencer yang juga membahas isu Covid-19 meskipun itu di luar kapasitas mereka.
"Kita bisa lihat pondasi apa yang memungkinkan Anji melakukan hal itu, pertama tentu saja soal sebelum Anji ada influencer lain yanga mencoba melakukan hal itu, walaupun membicarakannya sesama influencer. Problemnya adalah mereka mendiskusikan hal yang bukan menjadi kapasitas mereka dan ditonton oleh banyak orang," papar Justito.
Lantaran banyak masyarakat yang tertarik dengan diskursus yang dibangun oleh influencer ini, pada akhirnya influencer lain seperti Anji menirunya.
Sayangnya, jelas Justito, banyak dari influencer sekarang tidak memahami bagaimana bermedia sosial yang baik. Justito mengatakan, mereka seolah melihat platform media hanya serupa warung kopi, ruang ngobrol ngalor-ngidul tanpa sadar apa yang diperbincangkan mereka sangat berdampak.
Influencer di new media ini seolah ingin mengambil peran jurnalisme sebagai pilar keempat demokrasi. Namun demikian, hal itu tidak bisa dilakukan karena sejatinya influencer bukanlah profesi yang terikat dengan kode etik.
"Sebagai evaluasi, saya mendorong pemerintah untuk menggalakkan literasi media. Ini saja dulu yang harus dikuatkan. Kalau kita lihat di Eropa literasi media bahkan masuk dalam kurikulum sekolah. Berbeda sama kita yang hanya dikampanyekan dengan satu dua atau satu kali seminar saja," ungkap Justito.
Sementara Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, mengimbau kepada publik figur atau influencer agar sama-sama menciptakan situasi damai di tengah pandemi Covid-19. Berkaca dari kasus Anji dan beberapa influencer lainnya yang kerap membahas isu konspirasi, ia tidak ingin hal itu terulang.
"Saya mengimbau kepada publik figur dalam situasi pandemi begini agar kita sama-sama mawas diri, kita sama-sama ingin bawa Indonesia dalam situasi tenang, kita sama-sama ingin dalam situasi pandemi ini tidak hiruk-pikuk, tidak gaduh," tegas Dasco.
Daripada membicarakan yang bukan menjadi kapasitasnya, Dasco mengatakan, lebih baik membuat gerakan masif membantu masyarakat yang terkena dampak Covid-19. Misalnya, mengendorse UKM lokal agar penjualannya terbantu.
Jika pun ingin membuat konten wawancara, Dasco mengingatkan supaya para influencer melakukan verifikasi data calon narasumbernya terlebih dahulu.