Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri meyakini terduga kasus korupsi di luar negeri akan kembali dan menyerahkan diri kepada aparat penegak hukum.
"Sebagaimana pengalaman selama ini, saya kan pernah jadi Deputi Penindakan KPK, ada yang kabur ke luar negeri itu pasti kembali. Karena apa? Karena pelaku koruptor itu beda dengan pelaku pembunuhan yang siap tidur di hutan dan juga pelaku teror," kata Firli di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (17/1).
Menurutnya, untuk menangani pelaku koruptor yang kabur ke luar negeri hanya membutuhkan kerjasama antarlembaga penegak hukum, seperti meminta bantuan aparat kepolisian.
"Karena, mereka (Polri) punya jejaring. Kita juga meminta bantuan dengan untuk mencari keberadaan tersangka," ujarnya.
KPK, sambung Firli, tengah berupaya melakukan penangkapan terhadap salah satu tersangka suap penetapan anggota DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW), Harun Masiku.
"Sampai hari ini penyidik tetap melakukan pencarian, dan berupaya melakukan penangkapan terhadap salah satu tersangka yang sampe hari ini melarikan diri. Kita cari keberadaannya," ungkap Firli.
Diketahui, Harun Masiku tengah berada di Singapura. Berdasarkan catatan Ditjen Imigrasi dia bertolak ke 'Negeri Singa' itu sejak 6 Januari 2020 melalui Bandar Udara Soekarno-Hatta.
"Tadi saya sudah tanda tangani permintaan bantuan kepada aparat penegak hukum," ucap Firli.
Dalam perkara itu, Harun diduga kuat memberikan sejumlah uang untuk Wahyu guna memproses dan memuluskan dirinya maju sebagai anggota DPR RI melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW). Upaya itu diduga dibantu oleh mantan Anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina dan seorang kader partai berlambang banteng yakni Saeful Bahri.
Wahyu diduga telah meminta uang sebesar Rp900 juta kepada Harun untuk dapat memuluskan tujuannya, pemberian uang dilakukan secara bertahap dengan dua kali transaksi yakni pada pertengahan dan akhir bulan Desember 2019.
Atas perbuatannya, Wahyu dan Agustiani disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Harun dan Saeful, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.