Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan kecurangan pada pelaksaan Pilkada 2020, berupa penyoblosan terhadap surat suara yang tidak terpakai. Perbuatan itu ditemukan di salah satu tempat pemungutan suara (TPS) di Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
"Di mana Ketua KPPS tertangkap tangan mencoblos 8 surat suara untuk calon gubernur nomor urut 1, dan 8 surat suara untuk calon bupati nomor urut 3 pada saat istirahat makan siang," ujar Komisioner Komnas HAM Hairansyah, dalam keterangannya, Rabu (16/12).
Baginya, perbuatan itu telah mencederai asas pemilu yang jujur dan adil, meski oknum tersebut telah diproses hukum oleh Bawaslu dan telah dilaksanakan pemungutan suara ulang (PSU).
Komnas HAM juga menemukan penggunaan Sirekap belum maksimal di sejumlah daerah. Penyebabnya, diduga karena server down di hari pertama serta ketersediaan jaringan internet yang tidak merata. Bahkan,di sejumlah kabupaten terjadi keterlambatan dalam pergerakan sunting C.Hasil Salinan-KWK.
"Hal ini memicu munculnya spekulasi adanya upaya kesengajaan dalam memperlambat proses upload, karena fakta dibeberapa kabupaten lain sudah melakukan proses input secara maksimal," tuturnya.
Temuan Komnas HAM lainnya adalah sejumlah kekurangan pelayanan pemilu bagi kelompok Pilkada Serentak 2020. Misalnya, bagi pemilih yang terkonfirmasi positif Covid-19 dan sedang menjalani isolasi.
"Di beberapa wilayah pantauan terdapat petugas KPU setempat yang dibantu petugas medis untuk memberikan pelayanan dengan mendatangi tempat isolasi dimaksud. Sementara di Wisma Makara UI, Depok, Jawa Barat pasien Covid-19 tidak difasilitasi," terang Hairansyah.
Hairansyah menambahkan, bagi kelompok masyarakat adat terdapat upaya maksimal oleh penyelenggara untuk menyediakan TPS. Sementara bagi pasien di rumah sakit, masih terkendala karena tidak adanya TPS khusus lantaran jarak, data, dan koordinasi antara penyelenggara dan pihak rumah sakit belum maksimal dilakukan.
"Bahkan terdapat rumah sakit yang tidak cukup kooperatif dengan KPU," ucap Hairansyah.
Sementara bagi kelompok disabilitas, kata Hairansyah, sebagian besar TPS belum dapat terakses karena keterbatasan tempat.
"Namun terdapat beberapa penyelenggara pemilu (KPPS, PPS, PPK Pengawas TPS, Panwas Kecamatan) yang berasal dari kelompok disabilitas," ucapnya.
Dari temuan itu, Komnas HAM meminta pemangku kewenangan pemilu dapat menjamin hak atas kesehatan dan mengurangi potensi kerumunan saat penyelenggaraan pemilu.
"Penting untuk melakukan suatu upaya dengan mempercepat transformasi teknologi informasi dalam pemilu terutama tahap pemungutan dan penghitungan suara," tutur dia.
Komnas HAM juga meminta KPU dan Bawaslu melakukan evaluasi secara komprehensif atas pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di seluruh tingkatan terutama ditingkat TPS. Seluruh pelanggaran yang terjadi, sambung dia, dilakukan proses penegakkan hukum secara transparan serta maksimal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Untuk menjaga proses transparansi terhadap hasil pemilihan, selain proses berjenjang yang dilakukan mulai dari TPS, Kecamatan, Kabupaten/Kota sampai pada tingkat Provinsi proses Sirekap juga tetap dilaksanakan sampai datanya terinput 100%, agar tidak menimbulkan pertanyaan atas proses yang sedang dan telah dilakukan oleh penyelenggara," tuturnya.