close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi kapal penyelundup imigran ilegal ke Australia. Alinea.id/Debbie Alyuwandira
icon caption
Ilustrasi kapal penyelundup imigran ilegal ke Australia. Alinea.id/Debbie Alyuwandira
Politik
Kamis, 15 Agustus 2024 12:16

Kisah klasik TPPO ke Australia: "Saya pikir bakal mati di laut..."

Praktik-praktik TPPO dari Indonesia ke Australia masih marak.
swipe

Samuni--bukan nama sebenarnya--masih ingat betul pengalaman mengerikan saat membawa puluhan imigran ilegal dari Indonesia menuju Australia. Pengalaman itu bikin Samuni kapok. Ditawari duit puluhan juta pun, ia mengaku tak mau lagi melakukan perjalanan semacam itu. 

Samuni berangkat dari Pelabuhan Muara Angke pada suatu malam pada di di bulan November tahun 2014. Ia hanya menggunakan kapal motor 10 gross tonage (GT). Penumpangnya ialah puluhan imigran dari Iran dan Srilangka. Tujuannya Pulau Christmas, Australia.

"Saya waktu itu baru pertama kali bawa imigran karena dibayar mahal sebesar Rp 30 juta," ucap Samuni saat berbincang dengan Alinea.id di Jakarta, belum lama ini. 

Mulanya, perjalanan kapal Samuni tergolong lancar. Namun, Samuni "tersesat" di Samudera Hindia. Selama berhari-hari, kapalnya diombang-ambing ombak ganas. Sebagian penumpangnya dehidrasi. Perbekalan pun kian menipis. 

Samuni sempat berpikir kapalnya bakal tenggelam atau ia dan penumpangnya mati karena kelaparan di lautan. Penderitaan mereka baru berakhir saat polisi Australia menangkap Samuni dan para penumpannya di perairan Pulau Christmas.

"Ombak yang tinggi dan tidak ada kapal lain. Saya sempat mikir kayaknya saya mati di sini. Saya enggak pernah bayangin nyelundupin orang ke Australia itu risikonya besar," ucap pria berusia 42 tahun itu. 

Samuni dan imigran lainnya dibawa ke Darwin untuk menjalani proses hukum. Setelah dikurung sekitar 6 bulan, ia akhirnya dipulangkan ke Indonesia. Para imigran memilih tinggal di Australia. 

Sepulang dari Australia, Samuni mengaku kembali mendapat tawaran untuk membawa imigran dari Indonesia ke Australia. Ia langsung menolak tawaran tersebut. 

"Akhirnya teman saya yang ditawarin. Dan, tahu apa yang terjadi? Teman saya enggak balik sampai hari ini. Orang tuanya di Makassar masih nanyain. Saya enggak tahu dia enggak selamat atau sekarang tinggal di Australia," ucap Samuni.

Cerita Samuni tak tunggal. Hingga kini, penyelundupan imigran dari berbagai negara ke Australia via Indonesia masih terus terjadi, entah itu lewat jalur udara atau jalur laut. Para imigran lazimnya berasal dari negara-negara yang sedang dilanda konflik.

Orang Indonesia juga jadi korban. Juli lalu, misalnya, Bareskrim Polri mengungkap kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terhadap 50 warga negara Indonesia (WNI). Mereka diterbangkan ke Australia untuk dijadikan pekerja seks. 

Belum lama ini, Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi juga menangkap dua WNI berinisial DH dan MA. Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penyelundupan 28 orang imigran ilegal menuju Australia. 

Sosiolog Universitas Trunojoyo Madura, Aminah Dewi Rahmawati mengatakan ada banyak faktor yang menjadi penyebab kasus TPPO ke Australia seolah tak pernah surut. Khusus untuk imigran yang berstatus WNI, ia menyebut himpitan ekonomi jadi penyebab mereka berani menempuh risiko mati di laut demi hidup di Australia. 

"Kenyataannya, Indonesia, dalam sisi lapangan pekerjaan itu kan sangat sedikit. Padahal, jumlah penduduk produktif banyak. Mau tidak mau kemudian mereka mencari cara untuk bisa bekerja, terutama di negara- negara yang diprediksi punya banyak lapangan pekerjaan," ucap Aminah kepada Alinea.id, Senin (12/8).

Di lain sisi, di Indonesia banyak penyalur tenaga kerja yang berperan sebagai calo TPPO Indonesia-Australia. Aparat penegak hukum terkesan selalu terlambat menindak kejahatan TPPO. Pencegahan belum jadi fokus utama dalam kasus-kasus TPPO. 

"Jadi, masih banyak perangkap yang kemudian menyebabkan masyarakat Indonesia itu berada dalam situasi yang terancam... Hal ini terjadi karena ada lubang-lubang untuk melakukan itu. Jadi, kuncinya di negara kalau mampu menegakan hukum dengan baik," ucap Aminah. 

Dosen administrasi bisnis di Universitas Nusa Cendana (Undana), Ricky Ekaputra berpendapat ada korelasi antara maraknya pengungkapan kasus TPPO dari Indonesia ke Australia dengan situasi ekonomi domestik. 

Penyelundupan imigran ke Australia, kata Ricky, tengah intens lantaran ada gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran di Indonesia. 

"Masyarakat Indonesia ingin ke sana (Australia) itu karena di sana tingkat pendapatnya lebih tinggi. Itu jadi menjadi tujuan," ujar Ricky saat dihubungi Alinea.id dari Jakarta, Selasa (13/8).

Ia sepakat penegak hukum lengah mengantisipasi penyelundupan imigran ke Australia. Menurut dia, kasus-kasus yang terungkap saat ini belum menggambarkan situasi nyata TPPO dari Indonesia ke Australia. "Ini tanda penegak hukum harus jeli lihat dampak ini," imbuhnnya. 

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan