Lembaga Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif menawarkan solusi untuk menempuh revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) apabila DPR mencabutnya dari Program Legislasi Nasional (RUU Prolegnas) Prioritas 2021.
"Ada satu ruang ketika UU Pemilu atau Pilkada di-judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan putusannya mengabulkan," kata peneliti KoDe Inisiatif, Muhammad Ihsan Maulana, saat dihubungi Alinea, Rabu (10/2).
Jika putusan uji materi (JR) tersebut dikabulkan MK, menurutnya, akan membuat UU Pemilu dan UU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) menjadi RUU kumulatif dan harus ditindaklanjuti DPR selaku pembentuknya.
Namun demikian, Ihsan merasa, langkah itu terbilang sulit. Disarankannya agar langkah tersebut menjadi upaya terakhir untuk memasukan RUU Pemilu dalam Prolegnas Prioritas 2021.
"Tetapi memang langkah ini bisa dilakukan untuk perbaikan dan mengurangi beban penyelenggaraan dibanding tidak ada sama sekali," terangnya.
Badan Legislasi (Baleg) DPR mewacanakan mengeluarkan RUU Pemilu dari daftar Prolegnas Prioritas 2021. Usul tersebut digulirkan setalah mayoritas fraksi dan pemerintah menolak membahasnya.
Ketua Baleg DPR, Supratman Andi Agtas, mengatakan, ada tiga cara untuk mengeluarkan RUU dari Prolegnas Prioritas 2021. Pertama, menggelar rapat tingkat pertama.
Kedua, memberikan catatan untuk tidak melanjutkan pembahasan RUU Pemilu saat mengesahkan Prolegnas Prioritas 2021. Terakhir, menyatakan tidak dilanjutkan RUU Pemilu dalam proses harmonisasi.
Ihsan berpendapat, pertimbangan penolakan pembahasan RUU Pemilu oleh Baleg DPR terkesan sarat kepentingan karena disinyalir hanya untuk mengakomodasi kepentingan partai politik.
"Ini tentunya sangat politis sekali dan hanya memikirkan kepentingan parpol saja. Padahal aspek kepemiluan dan perubahan UU Pemilu harusnya juga melibatkan penyelenggara dan publik atau masyarakat sebagai pihak yang juga akan terdampak dari RUU Pemilu," tegas Ihsan.