Angka kemiskinan di NTT pada September tahun 2015 sebesar 22,58%, dan pada tahun 2021 hanya turun menjadi 20,44%. Atau dengan kata lain, dalam enam tahun terakhir, upaya menekan angka kemiskinan di NTT tidak mengalami pertumbuhan signifikan.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi mengungkapkan persentase penduduk miskin nasional pada Maret 2021 sebesar 10,14%. Hal ini menurutnya perlu mendapat perhatian dari pemerintah, sekaligus menjadi tantangan bagi Komisi XI DPR RI.
"Kita ingin memberikan perhatian khusus kepada NTT, karena tingkat kemiskinan yang masih akut 20 persen lebih ini menjadi tantangan kita (Komisi XI DPR RI), karena secara nasional kita sudah mengalami penurunan di bawah satu digit, tapi NTT masih di atas dua digit," kata Wakil Ketua Komisi XI DPR Fathan Subchi dalam keterangannya, Kamis (24/2).
Pada Senin (21/2), Fathan memimpin Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi XI DPR RI ke Labuan Bajo, Manggarai Barat, Flores NTT.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) itu menilai, bauran kebijakan antara Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), serta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dapat memberikan rasa optimistis akan ada peningkatan dari segi kualitas hidup, peningkatan dunia kerja dan juga memacu pertumbuhan ekonomi di NTT bisa lebih baik.
"Karena itu juga kami di sini memantau seluruh program-program pembangunan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah NTT. Bagaimana perkembangan bank-bank di NTT dalam penyaluran kredit, bagaimana sinergi Bank Indonesia, bagaimana pengawasan Otoritas Jasa Keuangan, dan sebagainya," ujar Fathan.
Namun demikian, meskipun kemiskinan di NTT mengalami penurunan, ketimpangannya belum banyak berubah. Fathan pun mengatakan penyaluran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di NTT melalui perlindungan sosial, stimulus pajak, hingga pendapatan dari sektor pajak hingga saat ini sudah mengalami peningkatan.
"Oleh karena itu kami minta Pemerintah Pusat untuk terus memberikan atensi, perhatian, dan juga skema khusus bagi NTT, karena ini kerja keras kita bersama sehingga NTT bisa kita tuntaskan dari kemiskinan," ujar politikus asal Jawa Tengah itu.
Dua tahun lalu, Gubernur NTT, Viktor Laiskodat memang sempat menyinggung penyebab daerah yang dipimpinnya miskin.
Kala itu, dalam kunjungan kerjanya di kecamatan Riung, Kabupaten Ngada, NTT, Laiskodat menyebutkan bahwa kemiskinan di NTT akibat kemalasan dan kebodohan yang telah lama ada.
"Kita NTT masih jadi provinsi ketiga termiskin di Indonesia hasil perkalian atau penjumlahan orang bodoh dan malas," katanya pada Jumat 26 Juni 2020.
Viktor menyebut, faktor kemiskinan selain dua faktor diatas juga tingginya angka kelahiran atau kehamilan pada keluarga miskin yang tidak terkendali dengan baik.
Selain itu, menurut Viktor, karena adanya pasangan yang hubungannya tidak disetujui oleh keluarga akibat alasan adat, walaupun sudah mempunyai anak dari hasil hubungan mereka hingga membuat anak yang telah lahir terlantar dan tidak sehat.
"Kalau miskin sehat baik, karena hamil takut orang tua lalu pergi di tim doa, dukun, gugur syukur, tidak gugur keluarlah anak yang tidak sehat," katanya.
Viktor pun meminta agar bupati dan para kepala desa proaktif mengendalikan angka kelahiran di keluarga miskin dengan turun ke rumah-rumah mengecek dan mendata keluarga miskin agar bisa langsung diintervensi oleh pemerintah agar anak lahir dalam kondisi sehat tidak stunting.