Pemerintah, DPR, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyepakati pelantikan kepala daerah terpilih hasil Pilkada Serentak 2024 dilaksanakan dalam beberapa gelombang. Untuk tahap pertama, dimulai pada 6 Februari 2025, sebanyak 296 kepala daerah bakal dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto.
Pelantikan kepala daerah didesain bertahap lantaran masih ada ratusan sengketa hasil pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK). Total ada 545 daerah yang ikut Pilkada Serentak 2024. Rinciannya, sebanyak 37 pilkada di tingkat provinsi, 415 pilkada di tingkat kabupaten, dan 93 di tingkat kota.
Ketua Komisi II Rifqinizamy Karsayuda mengatakan kepala daerah telah yang dilantik pada gelombang pertama ialah mereka yang sudah ditetapkan KPUD setempat dan tidak menghadapi sengketa perselisihan hasil pilkada di MK.
"Diusulkan oleh DPRD provinsi, kabupaten, dan kota kepada Presiden RI atau Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dilaksanakan pelantikan serentak pada tanggal 6 Februari 2025 oleh Presiden RI di Ibu Kota Negara, kecuali Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Aceh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Rifqinizamy dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Gedung DPR, Senayan, Rabu (22/1) lalu.
Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian mengajukan tiga opsi jadwal pelantikan kepala daerah. Gelombang pertama digelar pada 6 Februari 2025 untuk gubernur dan wakil gubernur dan 10-21 Februari 2025 untuk bupati dan wali kota yang tak bersengketa di MK.
Opsi kedua, pelantikan serentak menunggu putusan sengketa hasil pemilu (PHPU) di MK, yakni 17 April 2025 untuk gubernur dan 21 April-2 Mei 2025 untuk bupati dan wali kota. Artinya, ada jeda sekitar satu setengah bulan dari jadwal pelantikan pada opsi pertama.
Terakhir, pelantikan kepala daerah terpilih menunggu putusan atau ketetapan dismissal sengketa di MK, yaitu 20 Maret 2025 untuk pelantikan gubernur dan wakil gubernur dan 24 Maret 2025 untuk pelantikan bupati dan wali kota.
Kenapa pemerintah dan DPR ingin pelantikan dipercepat?
Mayoritas anggota Komisi II DPR setuju opsi pertama yang ditawarkan Tito. Wakil Ketua Komisi II Aria Bima beralasan pelantikan kepala daerah terpilih mesti dipercepat supaya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah bisa segera terbangun.
Menurut Aria, saat ini banyak pemangku kepentingan sedang menunggu pelantikan kepala daerah. Jika tidak segera dilantik, akan berdampak pada konflik-konflik yang seharusnya bisa dibangun dengan berbagai negosiasi,” ujar politikus PDI-Perjuangan itu.
Percepatan pelantikan dimaksudkan supaya masa transisi dari pelaksana jabatan (pj) kepala daerah ke kepala daerah terpilih tidak terlalu lama. Adapun untuk kepala daerah terpilih yang hasil pilkadanya masih digugat di MK, pelantikannya digelar proses sengketa PHPU selesai.
Bagaimana respons Prabowo terkait percepatan pelantikan?
Wamendagri Bima Arya Sugiarto mengatakan hasil kesepakatan percepatan pelantikan kepala daerah terpilih sudah dilaporkan kepada Presiden Prabowo Subianto. Menurut dia, Prabowo setuju pelantikan kepala daerah secara bergelombang.
"Pak Menteri Dalam Negeri sudah melaporkan kepada Bapak Presiden. Presiden merespons baik. Dilaporkan bahwa ini sudah disetujui secara bulat di DPR," kata Bima Arya kepada wartawan di Istana Kepresidena, Jakarta, Rabu (22/1).
Menurut Bima, kemungkinan ada tiga gelombang pelantikan. Pertama, pelantikan kepala daerah terpilih yang penetapannya tidak digugat di MK. Kedua, pelantikan kepala daerah terpilih yang kasusnya ditolak MK.
Terakhir, pelantikan kepala daerah yang gugatannya diterima MK. "Yang gugatannya diterima untuk kemudian perintah pilkada ulang atau pemungutan suara ulang," kata Bima.
Apakah pemisahan pelantikan kepala daerah bisa dipersoalkan?
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini mengatakan pelantikan kepala daerah hasil Pilkada 2024 secara bergelombang tak selaras dengan putusan MK. Melalui putusan nomor 27 dan 46 tahun 2024, MK telah memutuskan pelantikan kepala/wakil kepala daerah hasil Pilkada 2024 digelar secara serentak setelah proses sengketa PHPU tuntas.
"Hal itu mendistorsi desain keserentakan pelantikan sebagai bagian dari penyelenggaraan pilkada serentak yang juga membutuhkan koherensi keserentakan antartahapan pilkada, termasuk pengucapan sumpah/janji dan pelantikan pasangan calon terpilih,” ujar Titi seperti dikutip dari Kompas.
Tak hanya itu, percepatan pelantikan kepala daerah hasil Pilkada Serentak 2024 juga membuat terpangkasnya masa jabatan kepala daerah hasil Pilkada Serentak 2020. Masa jabatan para kepala daerah hasil Pilkada Serentak 2020 semestinya baru berakhir pada awal Desember 2025.