close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Aturan yang diterbitkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait larangan koruptor menjadi calon anggota DPR menuai dukungan. / Ayu Mumpuni / Istimewa
icon caption
Aturan yang diterbitkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait larangan koruptor menjadi calon anggota DPR menuai dukungan. / Ayu Mumpuni / Istimewa
Politik
Jumat, 20 April 2018 03:13

Koruptor dilarang menjadi calon anggota DPR

Beleid yang diterbitkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait larangan koruptor menjadi calon anggota DPR menuai dukungan.
swipe

Beleid yang diterbitkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait larangan koruptor menjadi calon anggota DPR menuai dukungan.

Kepala Biro Hukum KPU Nur Syarifah menjelaskan, terbitnya aturan itu setidaknya memiliki dua alasan yang kuat.

"Pertama karena Calon anggota legislatif harus memberikan satu contoh sebagai aparatur negara yang punya suri tauladan," katanya, Kamis (19/4).

Kemudian, menurut Nur Syarifah, dasar aturan yang kedua adalah berkaitan dengan hak masyarakat untuk mendapatkan wakil rakyat yang bersih dari korupsi.

Memang, aturan pelarangan mantan terpidana korupsi yang akan maju menjadi calon legislatif (caleg) oleh KPU menuai sejumlah tanggapan. Ada yang menganggap aturan ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 Tentang Pemilu (UU Pemilu).

Pada pasal 240 UU Pemilu disebutkan, seorang mantan terpidana yang dipidana lima tahun penjara tetap bisa mendaftar sebagai Caleg selama ia mengumumkan statusnya sebagai mantan terpidana.

Aktivis Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti menganggap keputusan KPU sebagai cara yang tepat untuk menghindari terjadinya pengulangan korupsi di kalangan kepala daerah. 

Menurutnya hukuman pidana tidak dapat menjamin tindak korupsi yang pernah dilakukan kepala daerah tidak terulang kembali.

“Dia kan melakukan kejahatan itu juga berdasar atas jabatan politik yang diembannya. Kalau sanksi pidananya sudah (cukup). Tapi kalau melihat kasus dia yang mengkhianati sumpah jabatannya belum ada. Maka dari itu mencabut hak politiknya,” kata Ray dalam acara yang diselenggarakan Vox Point Indonesia.

Bahkan, Ray beranggapan sistem seleksi di partai tak cukup menjamin tidak adanya pengulangan kasus korupsi di kalangan legislatif. KPK mencatat, sampai Desember 2017 terdapat 144 kasus korupsi melibatkan anggota DPR dan DPD, 71 kasus melibatkan Wakil Walikota dan Bupati, serta 18 kasus melibatkan Gubernur.

Angka itu membuktikan kasus korupsi di kalangan legislatif dapat dikategorikan kerap terjadi. Ray meminta adanya peran KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk memastikan sumber dana dari Caleg yang akan maju, agar mengetahui potensi terjadinya tindak pidana korupsi jika terpilih kelak.

img
Ayu mumpuni
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan