Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periksa Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin sebagai saksi dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di KPK yang menjerat mantan penyidik asal Polri, Stepanus Robin Pattuju (SRP). Politikus Golkar itu sudah tiba di gedung KPK, Rabu (9/6) pagi.
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus meminta KPK transparan dalam mengungkap mata rantai hubungan antara Azis Syamsuddin, Syahrial dan Robin.
"Mengapa bisa bertemu dan serah terima uang kepada Robin. Mengapa harus bertemu di Rujab (rumah jabatan) Wakil Ketua DPR RI dan siapa saja penerima uang haram itu di KPK," kata Petrus kepada Alinea.id, Rabu (9/6).
Menurut Petrus, dugaan pertemuan Azis Syamsuddin, Syahrial dan Robin dikategorikan sebagai pertemuan untuk memperkuat jaringan mafia hukum dengan oknum tertentu di KPK, untuk mengatur jumlah dan distribusi uang untuk mengamankan perkara-perkara tertentu.
"Pertemuan di Rujab Wakil Ketua MPR RI dimaksud, diagendakan untuk mengatur pengamanan perkara-perkara korupsi yang melibatkan Azis Syamsuddin, namun tanpa disadari pertemuan itu, telah berimplikasi melahirkan beberapa tindak pidana korupsi baru yang dalam ilmu hukum pidana disebut samenloop (concursus idealis)," jelas advokat Peradi ini.
Petrus menerangkan, yang termasuk tindak pidana korupsi samenloop ialah permufakatan jahat yang diatur dalam pasal 15 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (tipikor); pemberian dan penerimaan suap pasal 5 s/d 14 UU Tipikor; pertemuan dengan penyidik KPK saat perkara sedang diproses KPK, pasal 65 dan 66 UU KPK jo. pasal 55 KUHP; dan ada perintangan terhadap penyidikan, penuntutan dan lain-lain, pasal 21 UU Tipikor.
"Gabungan beberapa tindak pidana samenloop dimaksud didukung fakta-fakta yang sudah diungkap, diverifikasi dan divalidasi serta dijadikan pertimbangan hukum dan dasar putusan sidang Etik Dewas KPK pada tanggal 31 Mei 2021 yang lalu, menjadi fakta yang sangat bernilai," jelas dia.
Dengan demikian, kata Petrus, putusan etik Dewan Pengawas (Dewas) KPK bisa dijadikan bukti untuk memperkuat kasus dugaan keterlibatan Robin dan Azis Syamsuddin dalam beberapa tindak pidana korupsi (samenloop) yang saat ini dalam proses penyidikan perkara-perkara pokok Azis di KPK.
Petrus menambahkan, KPK harus menghentikan modus membuat suatu perkara menjadi "dark number". Menurutnya, terdapat perkara-perkara tertentu di KPK yang mangkrak dengan alasan sulit pembuktian lalu perkara menjadi "dark number".
"Praktik semacam ini sering dilakukan dengan tujuan melindungi pelaku dalam kasus-kasus korupsi tertentu," ungkapnya,
Karena itu, menurut Petrus, perkara suap Robin tidak boleh dipakai untuk menutup-nutupi perkara pokok tindak pidana korupsi jual beli jabatan yang disangkakan kepada Syahrial. "Juga jangan sampai dipakai menutup-nutupi penyidikan perkara korupsi Azis Syamsuddin yang sudah mangkrak di KPK," bebernya.
Dia mengatakan, selain mengungkap hubungan Azis Syamsuddin, Syahrial dan Robin, satu hal yang tidak kalah penting adalah KPK harus mengungkap peran advokat Maskur Husain. Maskur, kata Petrus, diduga sebagai penampung dana suap yang diterima oleh Robin dari sejumlah pihak yang tersangkut perkara di KPK.
"Karena dana yang sudah diserahkan Robin kepada Maskur Husain jumlahnya jauh lebih besar, yang rinciannya telah dibeberkan Dewas KPK dalam putusan pemecatan dengan tidak hormat Robin dari jabatan Penyidik KPK," ungkap Petrus.