Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan Wali Kota nonaktif Dumai, Zulkifli Adnan Singkah (ZAS) selama 30 hari. Hal itu disampaikan Plt. Juru bicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri, Jumat (15/1).
"Tim penyidik KPK memperpanjang masa penahanan tersangka ZAS selama 30 hari berdasarkan penetapan pertama Ketua PN Pekanbaru terhitung sejak tanggal 16 Januari 2021 sampai dengan 14 Februari 2021 di Rutan Polres Metro Jakarta Timur," katanya.
Kasus berawal pada Maret 2017, saat Zulkifli bertemu Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman Ditjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Yaya Purnomo, di hotel bilangan Jakarta. Yaya sudah divonis bersalah dalam kasus DAK APBN-P 2017 dan APBN 2018.
Pada pertemuan tersebut, Zulkifli diduga meminta bantuan untuk mengawal proses pengusulan DAK Dumai. Yaya menyanggupi dengan biaya (fee) 2%.
Pada Mei 2017, Pemerintah Kota (Pemkot) Dumai mengajukan pengurusan DAK kurang bayar tahun anggaran (TA) 2016 sebesar Rp22 miliar. Dalam APBN-P 2017, Dumai mendapat tambahan Rp22,3 miliar sebagai penyelesaian DAK Fisik 2016 yang dianggarkan untuk pendidikan dan infrastruktur jalan.
Pada bulan sama, Pemkot Dumai mengajukan usulan DAK TA 2018 kepada Kemenkeu. Beberapa bidang yang diajukan, yakni rumah sakit rujukan, jalan, perumahan dan permukiman, air minum, sanitasi, serta pendidikan.
Zulkifli kembali bertemu Yaya dan membahas pengajuan DAK tersebut. Yaya pun menyanggupinya, yaitu untuk pembangunan RSUD sebesar Rp20 miliar dan pembangunan jalan Rp19 miliar.
Demi memenuhi fee permintaan Yaya, Zulkifli diduga memerintahkan anak buahnya mengumpulkan uang dari swasta yang menjadi rekanan proyek Pemkot Dumai. Penyerahan uang setara Rp550 juta untuk Yaya dkk dilakukan pada November 2017 dan Januari 2018.
Zulkifli juga diterka menerima gratifikasi berupa uang Rp50 juta dan fasilitas kamar hotel di Jakarta. Pemberian itu diduga dari pengusaha yang mengerjakan proyek di Dumai. Praktik lancung ini disinyalir terjadi antara November 2017-Januari 2018.
Pemberian tersebut tidak pernah dilaporkan kepada Direktorat Gratifikasi KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 12 C Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Dalam perkara pertama, Zulkifli disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor. Sementara terkait gratifikasi, dia diterka melanggar Pasal 12B UU Tipikor.