Komisi Pemilihan Umum (KPU) bimbang terhadap putusan Oesman Sapta Odang sehingga harus berkonsultasi dengan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA). KPU akhirnya melakukan audiensi dengan MK.
Komisioner KPU Wahyu Setiawan menjelaskan audiensi tersebut dilakukan terkait dengan putusan MK, MA, dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Putusan tentang persyaratan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang berlatar belakang pengurus partai politik.
"Hasil pertemuannya adalah yang mulia anggota MK, hakim MK menyatakan bahwa putusan MK itu setara dengan undang-undang," katanya, Kamis (22/11).
Untuk itu, semua lembaga negara dan warga negara wajib mematuhi putusan MK tersebut.
"Jadi, itu yang kami tangkap. Pesan yang (disampaikan) sangat jelas, bahwa putusan MK setara dengan UU," katanya.
Selain MK, Wahyu menjelaskan, KPU juga telah menyurati MA untuk melakukan audiensi. Hanya saja kemudian, MK yang lebih dahulu memberikan waktu melaksanakan audiensi.
"Kami akan tetap bekomunikasi dengan MA untuk minta waktu beraudiensi terkait hal yang sama. Jadi kami ingin memiliki persektif yang lebih utuh terkait dengan putusan yang ada," ujarnya.
Pengambilan keputusan oleh KPU, sambungnya, terkait dengan calon DPD yang berasal dari partai politik memiliki dasar yang kuat, serta dapat dipertanggung jawabkan secara utuh.
Selain itu, Ketua KPU Arief Budiman menyebutkan, terkait hasil putusan MA dan PTUN yang berbeda pandangan dengan MK. Saat audiensi MK tidak memberikan pendapatnya.
"Kami merencanakan Senin depan, KPU ada jadwal rapat pleno. Dalam rapat pleno kita rencanakan ambil keputusan (terkait kasus Oso)," katanya.
Sebagai informasi KPU berada dalam posisi dilema. Pasalnya, terdapat dua penafsiran yang berbeda antara MK dan MA, juga PTUN.
Berdasarkan hasil keputusan MK, calon anggota DPD yang tidak diperkenankan berasal dari Parpol berlaku untuk Pemilu 2019 mendatang dan keputusan tersebut final dan mengikat.
Sebaliknya, berdasarkan hasil keputusan MA aturan tidak diperkenankannya calon anggota DPD dari Parpol mulai berlaku untuk tahun 2024.
Kemudian di PTUN, Oesman Sapta Odang (Oso) memenangkan gugatan surat keputusan daftar calon tetap (SK DCT) KPU yang tidak memasukkan Oso sebagai peserta Pemilu dan sifatnya juga final dan mengikat.