Komisi Pemillihan Umum (KPU) tetap membuat Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang berkenaan dengan larangan mantan napi korupsi. Padahal hal itu mendapatkan penolakan DPR, Pemerintah, dan Bawaslu.
KPU telah merampungkan PKPU mengenai pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi/Kabupten/Kota. Salah satu semangatnya adalah membangun dan mendorong upaya penyelenggara negara yang bersih, bebas KKN dengan membuat regulasi dari pencalegan.
Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengatakan korupsi merupakan kejahatan luar biasa dan memiliki daya rusak yang luar biasa pula. Maka itu, KPU akan membangun dan mendorong upaya penyelenggara negara yang bersih, bebas KKN dengan membuat regulasi dari pencalegan.
“Kita akan mengoptimalkan kewenangan yang dimiliki untuk membangun bersama-sama dengan dukungan masyarakat. Sebagi wujud pertanggungjawaban kepada bangsa dan negara,” kata Wahyu dalam diskusi di Warung Gado-Gado Boplo, di Jakarta, Sabtu (26/5).
Atas dasar itulah, KPU tetap mengeluarkan larangan terhadap caleg mantan napi korupsi. Meskipun begitu, KPU mempersilakan kepada pihak yang tidak sependapat melakukan uji materiil melalui Mahkamah Konstitusi.
Menanggapi itu, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Satya Arinanto berpendapat, KPU sebagai lembaga mandiri sudah semestinya tidak memerlukan konsultasi dalam menjalankan wewenangnya dalam membuat peraturan. Kendati begitu, masyarakat tetap bisa melakukan kontrol dengan melakukan peninjauan kembali di Mahkamah Konstitusi.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PAN Abdul Hakam Naja mengatakan, sebaiknya mantan napi koruptor tidak perlu menjadi caleg. Dia juga menyetujui PKPU yang melarang mantan napi korupsi menjadi legislator. Adanya aturan tersebut bisa membuat legislator tertata lebih baik. Sekaligus menghasilkan calon yang memiliki rekam jejak bagus. "Dari sisi kredibilitas bisa dijamin, dan harapan kita korupsi semakin terkikis," katanya.