Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan tidak akan menandai mantan narapidana korupsi di surat suara Pemilu Legislatif (Pileg) 2019.
Komisioner KPU Ilham Saputra beralasan, KPU terlanjur telah meluncurkan surat suara dan mengumumkannya. Pihaknya juga telah menetapkan surat suara yang akan dipakai.
"Kalau ditandai surat suara itu sudah tidak bisa. Sebab surat suara tidak ada fotonya," kata Ilham di Gedung KPU RI, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Kamis (20/9).
Hanya saja, menurut dia, penandaan masih mungkin dilakukan ditempat lain, seperti papan pengumuman tempat pemungutan suara (TPS). Selain itu, penandaan juga bisa dilakukan dengan pengumuman nama, foto dan asal parpol. Namun kedua opsi tersebut masih akan terus dibicarakan oleh KPU.
Selain itu, KPU telah melakukan revisi terhadap Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018. Salinan revisi pun telah diserahkan kepada Kementerian Hukum dan HAM.
Hal tersebut dilakukan KPU, setelah Mahkamah Agung memutus untuk memperbolehkan mantan narapidan korupsi menjadi calon legislatif (caleg).
"Kami sudah buat surat edaran (SE) kepada seluruh KPU provinsi, kabupaten, dan kota. Bagi caleg yang terindikasi mantan napi (korupsi), diperbolehkan masuk kembali setelah mereka memenuhi syarat-syarat lain," kata Ilham.
Ada empat syarat yang harus dipenuhi mantan napi korupsi untuk kembali dalam kontestasi Pileg 2019. Pertama, harus ada surat keterangan dari Kepala Lembaga Pemasyarakatan bahwa dirinya telah selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap. Kedua, memberikan salinan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Ketiga, surat dari pemimpin redaksi media lokal yang menerangkan bahwa mantan napi korupsi telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik sebagai mantan terpidana. Terakhir, ada bukti pengumuman di media massa terkait status mantan napi korupsi tersebut.
Jika semua syarat tersebut sudah terpenuhi, caleg mantan narapidana koruptor itu boleh kembali ikut dalam kontestasi Pileg. Caleg yang yang dimaksud, hanyalah calon yang telah mengajukan ajudikasi atau sengketa ke Bawaslu.
"Kalau yang tidak mengajukan ajudikasi, kami (KPU) tidak bisa akomodasi," sebutnya.