Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi menyebut, pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat atas vonis 12 tahun penjara terhadap mantan Menteri Sosial Juliari Barubara sebagai skandal yang memalukan penegakan hukum di Tanah Air. Kendati putusan hakim merupakan bagian dari kekuasan kehakiman, menurut Baidowi, aspek sosial harusnya dipertimbangkan juga.
"Sehingga mohon maaf, yang kemarin, yang menjadi bahan bullyan ketika misalkan penegakan hukum di negeri ini, ada satu orang terdakwa di negeri ini, terus diperingan karena ada cemoohan di media sosial. Itu kan skandal ya, skandal memalukan gitu. Hakim kok bisa mempertimbangkan begitu," kata Baidowi dalam sebuah diskusi di kompleks Parlmen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/8).
Dalam sidang, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat membeberkan alasan menjatuhkan vonis ringan terhadap politikus PDI Perjuangan itu. Salah satunya, Juliari dinilai sudah cukup menderita karena mendapatkan "bullying" dari masyarakat berupa caci-maki dan penghinaan.
Menurut Awiek, sapaan akrab Baidowi, supremasi hukum harus ditingkatkan untuk memberantas korupsi di Tanah Air. Kata dia, penegakan hukum tidak boleh pandang bulu. Tak heran, kata Awiek, putusan hakim terhadap Juliari Batubara menjadi bahan cemoohan di media sosial.
"Kalau terkait penegakan hukum ya penegakan hukum, tidak perlu dibumbu-bumbu yang lain," ujarnya.
Menurut Awiek, caci-maki dan penghinaan masyarakat merupakan sanksi sosial terhadap pejabat atau pihak yang melakukan korupsi. Apa yang terjadi pada kasus Juliari, hemat Awiek, justru membawa penegakan hukum atas kasus korupsi pada jalur lambat.
"Kalau yang masih begini tetap berjalan, ya susah. Di satu sisi ada pihak-pihak yang ingin menegakan supremasi hukum, dilakukan secara adil-adilnya, objektif dan transparan. Tapi di sisi lain, ada penegak hukumnya, di pengadilan, ya itu tadi faktanya. Itu kan jadi bahan cemoohan, bahan tertawaan," ungkap Awiek.
Meski demikain, Awiek mengatakan keputusan hakim tidak bisa disalahkan karena merupakan bagian dari kekuasan kehakiman. Walau begitu, sambung Awiek, faktor-faktor sosial harus tetap dipertimbangkan dalam setiap keputusan.
"Meskipun hakim tidak salah, naamanya pertimbangan hakim, mau putuskan apa ya terserah. Namanya kekuasaan kehakiman kok. Tapi kan faktor-faktor sosial itu diperhatikan," pungkas Awiek.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memvonis terdakwa Juliari Peter Batubara 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan. Vonis lebih berat satu tahun dari tuntutan jaksa 11 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan, atas kasus korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19.