Rivalitas antar bakal calon ketua umum menjelang Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar awal Desember 2019 terus memanas. Kubu calon petahana Airlangga Hartarto dan kubu penantang kembali terlibat perdebatan sengit.
Setelah sempat adu mulut soal dugaan loyalis Bamsoet yang didepak dari kepanitiaan hingga campur tangan menteri Presiden Joko Widodo (Jokowi), kali ini perdebatan mengarah pada syarat memperoleh dukungan 30% tertulis dari pemilik suara untuk maju menjadi ketum.
Tata cara atau mekanisme pencalonan itu diklaim disepakati dalam rapat pleno di DPP Golkar, kawasan Slipi, Jakarta Barat, Rabu (27/11) malam. Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily, mekanisme itu merupakan keinginan mayoritas kader.
"Karena itu adalah sebagai bentuk formal dari suara daerah," kata loyalis Airlangga itu kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (28/11).
Dia menegaskan, mekanisme semacam itu tak melanggar anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) Partai Golkar. "Karena tidak ada keharusan bahwa di dalam proses pencalonan itu harus dipilih melalui bilik suara," kata Ace.
Namun demikian, mekanisme itu diprotes caketum Golkar Indra Bambang Utoyo. Indra bahkan mengancam akan menggugat keabsahan pelaksanaan Munas ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
"Draf yang disusun steering commitee (SC) munas bertentangan dengan pasal 50 anggaran rumah tangga Partai Golkar," ujar Indra.
Indra mengaku sudah berkoordinasi dengan dua caketum lainnya, yakni Agun Gunanjar dan Ridwan Hisyam. Menurut dia, Agun dan Ridwan juga sepakat untuk menggugat mekanisme tersebut.
Ketua Departemen Pendidikan dan Cendekiawan DPP Partai Golkar Ton Abdillah Has turut mempertanyakan tata cara pemilihan ketua umum yang diklaim telah disepakati para kader Golkar itu.
Menurut dia, mekanisme itu tidak bisa digunakan karena belum dibahas dan disahkan di rapat pleno. Pasalnya, mekanisme penjaringan caketum hanya disampaikan secara lisan.
"Tata cara pemilihan pimpinan partai merupakan aturan yang harus ditetapkan sebelum munas karena tahapannya sudah dimulai," kata dia.
Ia juga sepakat syarat dukungan tertulis menyalahi AD/ART. Disebutkan dalam Pasal 50 AD/ART Golkar, pemilihan ketua umum DPP dilakukan secara langsung oleh peserta musyawarah melalui tahapan penjaringan, pencalonan, dan pemilihan.
"Terdapat ambiguitas penempatan Pasal 12 poin 4 huruf A yang seyogianya diletakkan pada fase pencalonan melalui pemilihan langsung di forum munas, bukan sebagai mekanisme penjaringan lewat rekomendasi tertulis," ujarnya.
Ton mengatakan, perubahan mekanisme pencalonan yang dilakukan tanpa kesepakatan seluruh kader telah mencederai demokrasi yang selama ini berkembang di internal Golkar. "Lebih jauh lagi, kondisi ini berpotensi mendorong Partai Golkar pada perpecahan kembali," kata dia.
Pemilihan ketua umum merupakan salah satu agednda Munas Golkar pada periode 3-5 Desember 2029 di Hotel Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta. Pendaftaran caketum resmi dibuka hari ini dan masa pendaftaran akan berakhir, Senin (2/12) depan. (Ant)