close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi Ketua Umum Partai Berkarya Tommy Soeharto. Alinea.id/Dwi Setiawan
icon caption
Ilustrasi Ketua Umum Partai Berkarya Tommy Soeharto. Alinea.id/Dwi Setiawan
Politik
Kamis, 13 Agustus 2020 19:12

Kudeta di Berkarya: Tangan Yasonna dan munas sunyi di rumah Muchdi

Menteri Yasonna mengesahkan struktur kepengurusan Partai Berkarya pimpinan Muchdi PR.
swipe

Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM bernomor M.HH-17.AH.11.01 Tahun 2020 bikin gempar internal Partai Berkarya. Ditandatangani Menteri Yasonna Laoly pada 30 Juli 2020, surat itu mengesahkan struktur kepengurusan baru Partai Berkarya. 

Dalam susunan baru itu, Ketua Umum Partai Berkarya Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto terdepak. Kursi ketum diduduki oleh bekas Ketua Dewan Kehormatan Partai Berkarya Muchdi Purwopranjono (PR). Adapun posisi sekjen diduduki Badaruddin Andi Picunang. 

Badar, sapaan karib Badaruddin, merupakan salah satu inisiator Presidium Penyelamat Partai Berkarya yang dibentuk Maret lalu. Presidium itu diklaim didirikan untuk mengevaluasi kinerja Partai Berkarya pada Pemilu 2019 lewat musyawarah nasional.

Merasa posisinya terancam, Badar dan sejumlah kader yang tergabung dalam presidium dipecat oleh Tommy. Pemecatan mereka diumumkan langsung dalam Rapat Pimpinan Nasional Partai Berkarya di Hotel Granadi, Kuningan, Jakarta Selatan pada 8 Juli. 

Meski dinyatakan dipecat, Badar dan rekan-rekan seperjuangannya jalan terus dengan rencana mereka. Tiga hari setelah rapimnas, Munaslub Berkarya tetap digelar Badar dan sejumlah kader di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan. 

Mengetahui ada munaslub "ilegal", Tommy--didamping Sekjen Berkarya Priyo Budi Santoso dan puluhan anggota Angkatan Muda Partai Berkarya (AMPB)--lantas menggeruduk hotel itu. Meski sempat bersitegang, kubu Badar bubar dan meninggalkan hotel. 

Tanpa sepengetahuan Tommy, kubu Badar ternyata tetap melanjutkan hajatan politik mereka. Pada hari yang sama, munaslub dilanjutkan di kediaman Muchdi PR di kawasan Jalan Brawijaya. Tiga pekan kemudian, SK Menkumham pun terbit. 

Badar menegaskan munaslub itu telah memenuhi syarat-syarat yang tercantum di anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) Partai Berkarya. Ia mengklaim telah mendapat dukungan dari mayoritas pemilik suara di DPW dan DPD Partai Berkarya. 

"Syarat umum untuk membuat munaslub itu di AD/ART kami minimal dua per tiga DPW provinsi dan kabupaten kota yang meminta, bukan yang hadir. Jadi, kami diminta oleh dua per tiga DPW," ujar Badar kepada Alinea.id, Minggu (9/8).

Munaslub dianggap sah jika dihadiri sekurang-kurangnya oleh 50% (plus 1) perwakilan DPW dan DPD yang menjadi inisiator. Meski tak semua hadir secara fisik, Badar mengatakan, kuorum tercapai karena perwakilan lainnya turut mengikuti munaslub via Zoom.

"Jadi, tidak ada alasan bila munaslub kemarin tidak sah. Ini jelas sah. Karena kelengkapan dan keabsahan administrasi itu, maka pemerintah mengeluarkan SK Kemenkumham," ujar Badar.

 

Badar enggan merinci DPD dan DPW mana saja yang mendukung Berkarya Muchdi PR. Ia pun mengakui tak semua petinggi DPD dan DPW yang perwakilannya ikut munaslub setuju presidium menggelar munaslub. Namun, ia berkilah hal itu tak jadi persoalan lantaran DPD dan DPW Partai Berkarya dikelola secara kolektif.

"Misalnya, ketuanya tidak berminat, main dua kaki, atau tidak mau ambil risiko, maka sekretaris, wakil ketua, atau pimpinan lainnya yang ada di SK tersebut itu sah untuk mengatasnamakan DPW dan DPD. Nah, itu yang kami ambil sebagai patokan," jelas dia.

Setelah mengantongi SK, Badar membenarkan ia langsung memecat sejumlah ketua DPD dan DPW yang berseberangan. Namun demikian, nama Tommy Soeharto tetap dipertahankan sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Berkarya. Nama-nama sejumlah kader Berkarya pro-Tommy pun ada di susunan kepengurusan baru.

"Itu sebagai bentuk penghargaan agar mereka bisa bergabung bersama menyolidkan partai ini menghadapi Pemilu 2024 yang lebih berat dari pemilu sebelumnya," ujar Badar. 

Soal pemecatan sejumlah kader, Badar mengaku dipaksa oleh keadaan. Ia khawatir para petinggi DPD dan DPW yang menolak munaslub bakal bikin konflik di internal Berkarya berkepanjangan. Terlebih, ajang Pilkada 2020 sudah di depan mata.

"Jangan sampai kami sudah merekomendasikan calon kepala daerah, tiba-tiba ketua kita di kabupaten atau di provinsi tidak ingin mengantarkan calon tersebut mendaftarkan ke KPU atau tidak melakukan komunikasi politik dengan calon maupun dengan KPU. Itu menjadi masalah. Jadi, kami harus pilih yang sejalan dengan kami," tuturnya. 

Badar pun mempersilakan kubu Tommy untuk mengajukan gugatan ke pengadilan tata usaha negara (PTUN) apabila tidak terima dengan keputusan Kemenkumham. "Silakan digugat ke PTUN. Kami juga bakal menyiapkan data dan fakta untuk membantu Pak Menteri (Yasonna) apabila digugat," kata dia. 

Suasana Rapimnas Berkarya di Jakarta pada 8 Juli 2020. Foto Instagram @berkarya_id

Kejanggalan-kejanggalan munaslub 

Tantangan Badar disambut kubu Tommy. Bendahara Partai Berkarya pimpinan Tommy, Neneng A Tuty memastikan pihaknya bakal segera mengajukan gugatan ke PTUN. Menurut Neneng, munaslub itu ilegal karena tidak dihadiri oleh perwakilan resmi dari DPW.

"DPW enggak ada yang datang. Soalnya sebelum itu kami baru menyelenggarakan rapimnas. Perwakilan 31 DPW dari 34 DPW hadir. Itu di rapimnas. Tapi, yang di sana (munaslub), enggak ada DPW yang hadir," ujar dia kepada Alinea.id, Senin (10/8).

Ia pun membantah argumentasi Badar soal munaslub yang tidak perlu mendapat dukungan resmi dari ketua DPD dan DPW. "Tidak bisa begitu. Mereka (para peserta) artinya tanpa koordinasi. Kami sudah membuat laporan ke Kemenkumham terkait itu," jelas dia. 

Menyoal keputusan kubu Muchdi PR yang menganulir pencalonan kepala daerah dan mencopot beberapa Ketua DPW dan DPD di daerah, Neneng mengatakan, bakal bersurat ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). 

"Tentunya kami ada upaya untuk bagaimana caranya agar mereka (para calon kepala daerah) tidak dianulir. Kami memberitahukan pihak KPU bahwa ini sedang berpolemik," ucap Neneng.

Bau kecurangan dalam munaslub juga diungkap fungsionaris Partai Berkarya Jakarta Utara, Datuk Yudi Relawanto. Sejak April, Yudi telah ditunjuk Badar sebagai sekretaris pelaksana ajang munas. Kepada dialah, para perwakilan DPW dan DPD mengirimkan surat yang isinya meminta munas digelar. 

"Jadi, Badar itu berencana mengundang semua DPW dan DPD Partai Berkarya. Tapi, sebelumnya dia meminta kepada seluruh DPW dan DPD membuat surat permohonan dulu kepada DPP untuk melakukan munas," ujar Yudi.

Surat-surat itu, kata Yudi, kebanyakan dikirim via WhatsApp. Menurut dia, semua draf surat permohonan munas dikonsep sendiri oleh Badar. Sebagian besar pengirim surat juga sudah tidak menjabat lagi sebagai petinggi Partai Berkarya di daerah. "Dan itu lumayan banyak. Saya tahu semua siapa saja pengirimnya," imbuh Yudi.

Mantan Danjen Kopassus Muchdi PR. /Foto Antara

Aroma kecurangan, lanjut Yudi, juga tercium di munaslub. Setelah dipindah ke kediaman Muchdi PR, Yudi mengatakan, peserta munaslub yang hadir secara fisik hanya sekitar 20-30 orang. Adapun peserta yang mengikuti via Zoom hanya sekitar 30 orang. 

Total ada lebih dari 500 kabupaten dan kota di Indonesia. Jika mengikuti aturan AD/ART Partai Berkarya, seharusnya munaslub dihadiri lebih dari 250 orang. 

"Sehingga muncul pertanyaan di mana letak kuorumnya. Bagaimana yang dua per tiga (jumlah DPD dan DPW) itu bisa dikatakan (Badar) kuorum? Pak Muchdi aja enggak ada di tempat," ungkap Yudi.

Ia pun mempertanyakan keputusan munaslub yang mengesahkan paket Muchdi PR dan Badar sebagai ketum dan sekjen. Menurut dia, seharusnya hanya ketum yang dipilih. "Ketua dan formatur yang bikin kepengurusan. Jadi, ide pemilihan ketua dan sekjen memang ambisi Badar," kata dia. 

Kejanggalan pun berlanjut pada saat Badar dan rekan-rekannya melaporkan hasil munaslub dan struktur kepengurusan Partai Berkarya versi Muchdi PR ke Yasonna pada 23 Juli. 

Badar, kata Yudi, tidak mau membuka nama-nama yang masuk ke struktur kepengurusan partai. "Dia cuma bilang, 'Sudahlah santai saja, Pak Yudi (posisinya) aman.' Di situ saya mulai curiga. Kok enggak dikasih tahu kabinetnya (strukturnya)," ujar dia. 

Selain tidak memenuhi kuorum, menurut Yudi, kehadiran peserta via Zoom juga tidak bisa dibenarkan. Pascamunaslub, ia pun melaporkan kejanggalan-kejanggalan itu lewat sebuah surat ke Kemenkumham. Namun, surat Yudi tidak direspons Yasonna hingga SK keluar. 

Merasa kecewa, Yudi pun telah menggugat hasil munaslub ke PTUN dan melaporkan Badar ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ia menduga ada berbagai manipulasi yang dilakukan Badar dan rekan-rekannya untuk memastikan munaslub bisa digelar. 

"Pertama pemalsuan stempel, pemalsuan dokumen. Ada yang menyatakan dia sekretaris. Istilahnya mereka membuat mandat dan tanda tangan sendiri, cap sendiri, sementara cap itu kan ada di DPW dan DPD yang definitif. Ada ratusan mantan DPD yang sudah tidak aktif, bila itu terbukti maka enggak kuorum," ucap Yudi.

Alinea.id mencoba kembali menghubungi Badar untuk mengonfirmasi tuduhan-tuduhan itu. Namun, Badar tidak merespons permintaan wawancara yang diajukan Alinea.id. 

Sekjen Partai Berkarya kubu Muchdi PR, Badaruddin Andi Picunang menyerahkan hasil Munaslub Partai Berkarya ke tangan Menkumham Yasonna Laoly pada 23 Juli 2019. Foto Instagram @picunang

Tangan Yasonna di tengah konflik 

Peneliti Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Moch Nurhasim menilai ada campur tangan pemerintah dalam konflik internal di Partai Berkarya. Yang paling gamblang ialah keluarnya SK Menkumham di tengah perseteruan dua kubu. 

"Mestinya dikembalikan dulu ke partai. Selesaikan dulu sesuai dengan mekanisme internal partai dan UU partai. Setelah selesai baru, kemudian (kepengurusan) disahkan. Jadi, ada sisi lain yang bisa ditangkap. Itu memang seolah ada kesengajaan biar timbul perpecahan," ujar Nurhasim kepada Alinea.id

Menurut Nurhasim, ada kekhawatiran Partai Berkarya bakal terus berkembang di bawah Tommy Soeharto. Apalagi, Berkarya mampu meraup sekitar 2,9 juta suara pada Pemilu 2019. Padahal, partai representasi kekuatan politik trah Cendana itu tergolong partai anyar. 

"Ada ketakutan (Berkarya) ini nanti dianggap menjadi tameng bagi Tommy dan kepentingan-kepentingan politik Cendana ke depan yang jauh lebih strategis. Jadi, kita bisa menduga pasti ada permainan politik di situ (konflik)," jelasnya. 

Lebih jauh, Nurhasim berpandangan, konflik di tubuh Partai Berkarya bakal berkepanjangan dan bahkan mengarah pada perpecahan. Menurut dia, kedua kubu bakal sulit islah. "Tipe konfliknya itu bukan mengarah ke win-win solution, tapi win and lose. Jadi, tipe pertarungan siapa yang kuat dan siapa yang lemah," kata dia.

Dalam waktu dekat, ia memprediksi, pertikaian antara Muchdi PR dan Tommy bakal merembet ke daerah. Tidak tertutup kemungkinan kubu Muchdi PR bakal mencopot loyalis-loyalis Tommy dan keluarga Cendana dari posisi-posisi strategis di partai. "Tentu impact-nya akan ada orang-orang yang dibuang,"  terang dia. 

Infografik Alinea.id/Hadi Tama

Segendang sepenarian, peneliti politik dari The Habibie Center Bawono Kumoro menduga ada campur tangan penguasa dalam membesarnya api konflik di Partai Berkarya. Ia pun menyebut konflik bakal merugikan Berkarya di pentas Pilkada 2020.

"Sebagaimana diketahui di sejumlah daerah, partai ini telah mengeluarkan rekomendasi dukungan bagi sejumlah bakal calon kepala daerah," kata Bawono. 

Dampak lahirnya SK Kemenkumham itu setidaknya dirasakan Ketua DPW Partai Berkarya Banten, Helldy Agustian. Selain dicopot dari posisinya sebagai ketua, pencalonan Helldy di Pilkada Cilegon juga dibatalkan oleh kubu Muchdi PR. 

Helldy tak mau mengungkap alasannya dicopot. Namun demikian, ia berharap kubu Muchdi dan Tommy bisa segera berdamai. "Semua berharap penyelesaiannya dengan baik. Kami semua kan pendiri partai," kata dia. 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Berita Terkait

Bagikan :
×
cari
bagikan